Di samping karakteristiknya menular amat cepat, varian Omicron diyakini memicu gejala lebih ringan dibanding varian Corona lainnya. Lantas jika varian ini merebak dengan amat cepat dan menginfeksi banyak orang dalam waktu singkat, mungkinkah kekebalan kelompok (herd immunity) bakal terbentuk berkat varian Omicron?
"Kekebalan kawanan adalah konsep yang sulit dipahami dan tidak berlaku untuk virus Corona," kata dr Don Milton dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Maryland, dikutip dari Mint, Sabtu (26/2/2022).
Lebih lanjut dijelaskan, herd immunity terjadi ketika cukup banyak populasi sudah kebal terhadap virus sehingga virus tidak lagi menyebar kepada orang-orang yang belum divaksinasi, atau belum pernah terinfeksi virus sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, herd immunity terhadap campak terbentuk ketika sudah 95 persen dari komunitas sudah kebal terhadap virus penyebab campak. Namun seiring waktu, harapan perihal herd immunity dari virus Corona ini memudar karena sejumlah alasan.
Misalnya, karena proteksi vaksin COVID-19 yang terbukti menurun dalam waktu beberapa bulan setelah disuntikkan. Walau memang, vaksin terbukti efektif memberikan perlindungan kuat dari risiko gejala berat pada pasien COVID-19.
Namun Milton meyakini, populasi kini tengah menuju herd resistance (ketahanan kelompok). Jika sudah tercapai, infeksi mungkin akan terus berlanjut. Akan tetapi, lonjakan kasus yang terjadi tidak akan mengganggu masyarakat lantaran populasi sudah memiliki perlindungan yang cukup.
Melihat situasi kini, cakupan vaksinasi COVID-19 masih rendah di sejumlah negara. Padahal bersamaan dengan itu, virus terus menyebar dan bermutasi. Tak tertutup kemungkinan, mutasi memampukan varian virus baru 'kabur' dari proteksi vaksin dan menular lebih cepat dari Omicron.
Imbas cakupan vaksinasi COVID-19 tidak merata
Dalam kesempatan lainnya, Pakar Epidemiologis dari Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo, menyebut cakupan vaksinasi COVID-19 yang masih rendah di sejumlah negara berisiko memicu kemunculan varian Corona baru dengan karakteristik lebih berbahaya dibanding Omicron. Walhasil, cakupan yang tinggi di satu negara pada dasarnya tak menjamin penyebaran varian baru bisa dicegah.
"Kalau masih ada negara-negara lain yang cakupan vaksinasinya sangat jauh di bawah kita, pasti banyak juga yang masih hanya cakupan dua dosisnya 30 persen atau kurang, itu masih banyak," ujarnya dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Mengenal Pelbagai Kombinasi Vaksin COVID-19 dan Sejauh Mana Booster Diperlukan', Kamis (24/2)
"Itu yang kita khawatirkan akan muncul varian-varian baru yang mungkin saja bisa lebih menular meskipun kita harapkan virulensinya lebih rendah, itu membuat kita terus kelabakan. Makanya vaksinasi secara global betul-betul harus luas dan merata," pungkasnya.











































