Terkuak, Studi Ungkap Gejala Long COVID Paling Banyak Dikeluhkan

Terkuak, Studi Ungkap Gejala Long COVID Paling Banyak Dikeluhkan

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Sabtu, 05 Mar 2022 07:15 WIB
Terkuak, Studi Ungkap Gejala Long COVID Paling Banyak Dikeluhkan
Gejala Long COVID-19 paling banyak dikeluhkan. (Foto: Getty Images/Tempura)
Jakarta -

Hampir sepertiga orang mengalami setidaknya satu gejala long COVID-19 atau keluhan berkelanjutan di 6 hingga 12 bulan setelah terpapar. Hal ini didasari temudan dari survei di 152 ribu warga Denmark.

"Studi ini mencakup salah satu kelompok terbesar orang yang tidak dirawat di rumah sakit karena COVID-19," kata para peneliti dari Institut Serum Negara (SSI) Denmark.

Gejala Long COVID Paling Banyak

Studi berbasis kuesioner menunjukkan gejala long COVID-19 yang paling sering dilaporkan adalah anosmia atau gangguan indra penciuman dan perasa, serta kelelahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, survei dilakukan jauh sebelum varian Omicron merebak, yakni rentang waktu September 2020 hingga April 2021. Survei membandingkan respons 61.002 pasien yang dites positif COVID-19 enam, sembilan, atau 12 bulan sebelumnya dengan respons 91.878 orang yang dites negatif COVID-19.

Secara total, 29,6 persen responden yang dites positif COVID-19 melaporkan setidaknya satu gejala fisik yang berkelanjutan 6 hingga 12 bulan setelah infeksi, dibandingkan dengan 13 persen pada kelompok kontrol.

ADVERTISEMENT

Lebih dari setengah (53,1 persen) pasien dengan tes positif COVID-19 telah mengalami kelelahan mental atau fisik, masalah tidur atau masalah kognitif dalam 6 sampai 12 bulan setelah infeksi. Itu dibandingkan dengan 11,5 persen pada kelompok kontrol.

"Diagnosis baru kecemasan dan depresi juga umum dilaporkan di antara mereka yang memiliki riwayat infeksi COVID-19," studi tersebut menunjukkan.

Studi ini diterbitkan sebagai pra-cetak dan belum ditinjau oleh rekan sejawat. Penulis studi, Anders Peter Hviid, seorang profesor epidemiologi di SSI, mengatakan temuan ini harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan.

"Ini adalah sesuatu yang harus diperhitungkan ketika Anda menimbang risiko dan manfaat dari intervensi yang Anda buat, dan vaksinasi," katanya dalam sebuah wawancara bersama Reuters.

Sementara, perkiraan prevalensi gejala long COVID-19 bervariasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sindrom itu sebagai kondisi Post-COVID-19 dan mendefinisikannya sebagai gejala yang berkelanjutan termasuk kelelahan atau sesak napas, antara lain tiga bulan setelah infeksi awal yang berlangsung setidaknya selama dua bulan.

Bagaimana Jika Terjadi pada Omicron?

WHO memperkirakan antara 10 dan 20 persen pasien mengalami long COVID-19 dan ini menjadi pekerjaan yang panjang sebagai efek pandemi.

David Strain, dosen di University of Exeter Medical School di Inggris yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebut laporan itu sangat memprihatinkan.

"Jika Omicron juga menyebabkan long COVID-19 pada tingkat yang sama dengan varian sebelumnya, kita bisa melihat krisis besar selama 12 bulan ke depan mengingat jumlah orang yang terpapar virus ini sangat banyak," katanya.




(naf/up)

Berita Terkait