Perempuan Lebih Rentan Mengalami Quarter Life Crisis, Ini Penyebabnya

Perempuan Lebih Rentan Mengalami Quarter Life Crisis, Ini Penyebabnya

20detik - detikHealth
Selasa, 15 Mar 2022 07:55 WIB
Jakarta -

Menjelang usia ke-25, biasanya seseorang akan mengalami quarter-life crisis. Krisis ini dapat berupa kekhawatiran yang melanda akibat meninggalkan kenyamanan hidup di masa remaja. Pada usia ini, seseorang dituntut untuk lebih bertanggung jawab pada dirinya sendiri, sehingga muncul ekspektasi-ekspektasi yang memberatkan diri.

Rupanya, perempuan lebih rentan merasakan dampak dari quarter-life crisis. Adanya tuntutan sosial untuk segera menikah dan berkeluarga seakan lebih ditujukan ke perempuan di usia ini.

Psikolog Klinis dan Dosen Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta, Cania Mutia, M.Psi., Psikolog, mengiyakan hal ini. Menurutnya, peran lingkungan sekitar dalam memperlakukan dan memandang perempuan begitu berpengaruh pada tingkat keparahan quarter-life crisis yang dialami perempuan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ternyata quarter-life crisis ini kerasa banget terjadinya di perempuan. Gambaran singkatnya, karena banyak sekali tuntutan-tuntutan yang diberikan pada kita, perempuan-perempuan yang memasuki usia 20-an. Mulai dari harus menikah, kalau nggak menikah di usia 20-an dikatakan perawan tua, kemudian nanti sudah menikah sudah harus punya anak, terus harus bisa independent woman. Ternyata peran yang disematkan di kaum perempuan itu sangat berat sekali," jelas Cania di program e-Life detikcom.

Selain itu, cara perempuan memproses dan menunjukkan emosinya juga membuat quarter-life crisis lebih terdeteksi pada perempuan. Menurut Cania, perempuan cenderung mengekspresikan emosinya, sementara laki-laki lebih memilih menutupinya.

ADVERTISEMENT

"Even laki-laki sebenarnya juga mengalami quarter-life crisis, nggak begitu kelihatan. Dan biasanya kalau laki-laki mungkin udah menginjak ke-20 akhir gitu baru kerasa perannya untuk punya rumah, mapan, dan lain-lain untuk membangun keluarga," tutur Cania.

Budaya masyarakat yang cenderung konservatif dan patriarkal juga ambil andil dalam hal ini. Menurut Founder Perempuan Bicara, Nova Wulandari, ketidaksetaraan akibat budaya tersebut tanpa sadar telah membuat perempuan melihat dirinya serta perempuan lain secara rendah. Sehingga, seringkali perempuan justru merasa perlu melawan perempuan lain untuk mendapat kedudukan dan merasa dianggap di masyarakat yang patriarkal.

"Ketika ada perempuan yang sukses, banyak perempuan yang nggak bertepuk tangan nih ketika melihat perempuan lainnya sukses. Justru mereka akan semakin menjatuhkan sesama perempuan," jelas Nova, juga di program e-Life detikcom.

Didikan keluarga berpengaruh penting mengenai bagaimana perempuan melihat dirinya sendiri. Jika keluarga menanamkan nilai-nilai kesetaraan sejak dini, anak akan mengadopsi cara berpikir tersebut.

"Bersyukur kalau memang keluarganya egaliter dan menjunjung tinggi kesetaraan. Tapi bagaimana dengan yang nggak punya privilege itu? Ketika dari kecil sudah dihadapkan dengan, orang tuanya nih suka memisahkan peran antara laki-laki dan perempuan. Jadi ada jembatan gitu bahwa perempuan itu tugasnya di dapur, kasur, sumur. Laki-laki di ruang publik," tutur Nova.

Senada dengan Nova, Cania juga menggarisbawahi betapa besar peran pengasuhan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kesetaraan. Menurutnya, nilai-nilai itu akan berpengaruh langsung pada konsep diri anak-anak.

Jika anak perempuan dibesarkan di keluarga yang menjunjung tinggi kesetaraan, ia akan lebih mudah mengenali kualitas dirinya. Hal ini juga membuat quarter-life crisis tak begitu sulit dijalani.

"Misalnya, Anda tumbuh di keluarga yang ternyata egaliter banget. Setara. Anda ketika menghadapi quarter-life crisis nggak akan membandingkan diri sama orang lain lagi. Anda sudah tahu, Anda punya kualitas diri yang luar biasa sekali. Sehingga, bukan waktunya lagi untuk ngebanding-bandingin lagi sama orang lain," kata Cania.

"Namun, memang ada tadi di keluarga-keluarga yang cenderung patriarkal yang membuat ada peran perempuan lebih rendah daripada laki-laki, pada akhirnya membuat perempuan tersebut ketika memasuki tahapan quarter-life crisis jadi lebih sulit lagi nih," lanjutnya.

(fuf/fuf)

Berita Terkait