Toxic Masculinity, Penghalang Utama Laki-Laki Untuk Berperan di Keluarga

Toxic Masculinity, Penghalang Utama Laki-Laki Untuk Berperan di Keluarga

Rosiana Putri Muliandari - detikHealth
Jumat, 18 Mar 2022 06:50 WIB
Toxic Masculinity, Penghalang Utama Laki-Laki Untuk Berperan di Keluarga
Foto: Getty Images/Calvin Chan Wai Meng
Jakarta -

Work-life balance merupakan suatu hal yang penting di masa pandemi ini. Dengan banyaknya perubahan yang telah terjadi, penting adanya suatu kemitraan antara laki-laki dan perempuan di sebuah keluarga agar keseimbangan itu tercapai.

Salah satu cara agar work-life balance dalam sebuah keluarga tercapai adalah bagaimana harus ada pembagian peran yang setara.

Namun, itu bukanlah hal yang mudah dilakukan karena masih adanya stigma di masyarakat yang mendiskriminasikan perempuan yang bekerja dan laki-laki yang lebih dominan di ranah domestik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masyarakat cenderung menuntut laki-laki untuk menjadi seorang yang maskulin dalam arti seperti mereka harus kuat, tidak boleh menunjukkan emosi, dan menjadi pencari nafkah.

Konstruksi ini membuat laki-laki memiliki privilese dan kekuatan lebih daripada wanita. Namun, "keuntungan" itu tidak selamanya baik.

ADVERTISEMENT

"Laki-laki memiliki risiko tersendiri karena power dan privilege-nya itu dibandingkan dengan perempuan. Misalnya, laki-laki kemudian lebih banyak terlibat perilaku-perilaku berisiko, [contohnya] penggunaan kekerasan sebagai penyelesaian konflik," tutur Saeroni, Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru, di webinar Work-life Balance: Creating Healthy and Equal Partnerships at Home yang diselenggarakan oleh Yayasan Pulih, Kamis (17/3/2022).

Roni juga menjelaskan bahwa adanya tuntutan sosial ini, atau yang sekarang lebih sering dikenal sebagai toxic masculinity, dapat menjadi sebuah tantangan besar bagi para laki-laki karena tidak mampu untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Ketidakmampuan ini menjadi salah satu faktor mengapa angka bunuh diri dunia lebih banyak laki-laki. Toxic masculinity dan segala tuntutannya bagi laki-laki juga menjadi salah satu penyebab enggannya mereka untuk berpartisipasi dalam ranah domestik.

Meski begitu, Roni kian mendorong para laki-laki untuk ikut terlibat secara domestik demi tercapainya work-life balance dan kesetaraan gender di keluarga. Ia juga mengingatkan bahwa banyak keuntungan yang didapatkan oleh laki-laki jika mereka terlibat secara domestik.

"Keluarganya akan lebih harmonis, karena kelekatan hubungan dalam keluarga lebih terjaga," jelas Roni.




(up/up)

Berita Terkait