Melawan Overthinking Bukan Positive Thinking, Justru Merugikan

Melawan Overthinking Bukan Positive Thinking, Justru Merugikan

20detik - detikHealth
Selasa, 22 Mar 2022 07:13 WIB
Jakarta -

Overthinking memang dapat mengganggu aktivitas. Kegiatan jadi tidak produktif akibat rasa cemas dan khawatir berlebih atas sesuatu yang belum tentu benar-benar terjadi.

Seringkali, keadaan overthinking berusaha dilawan dengan berpikir positif atau positive thinking. Sekilas, tindakan ini terdengar masuk akal. Namun, ternyata positive thinking justru bisa merugikan.

Menariknya, hal ini bisa dikulik dari sebuah perspektif filsafat Yunani, Stoisisme. Ajaran Stoisisme menekankan bahwa ada hal-hal yang berada di bawah kendali kita, dan ada yang tidak di bawah kendali kita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Filsafat ini ini juga menegaskan pentingnya melihat kehidupan dengan apa adanya, atau 'as it is', termasuk untuk memikirkan kemungkinan terburuk dari situasi yang akan dihadapi.

Salah satu teks klasik 'The Meditations' tulisan filsuf Stoa, Marcus Aurelius, memuat pemikirannya mengenai memikirkan kemungkinan terburuk saat ia berusaha bangun dari tempat tidur.

ADVERTISEMENT

"Saat engkau bangun dari tempat tidur, katakan pada dirimu sendiri: Aku akan berurusan dengan orang-orang yang suka ikut campur, tidak tahu berterima kasih, sombong, tidak jujur, penuh kedengkian, dan bermuka masam."

Maka, ajaran Stoisisme punya pandangan berbeda tentang positive thinking. Dalam program e-Life detikcom, penulis buku Filosofi Teras, Henry Manampiring turut menyampaikan pandangannya terkait positive thinking menurut perspektif Stoa.

Menurut perspektif Stoa, kehidupan yang sepenuhnya akan baik-baik saja itu tidak mungkin. Justru kita harus bisa memikirkan kemungkinan buruk yang terjadi untuk bisa bersiap-siap.

"Ada kata-kata bagus dari Seneca, dari filsuf Stoa, dia bilang, 'Musibah itu akan terasa lebih berat bagi mereka yang tidak mengantisipasi musibah itu,' Kalau kita nggak siap kalau ini kemungkinan gagal, kita akan lebih terpuruk. Itu lho, pesannya Stoisisme," kata Henry di program e-Life detikcom.

Ajaran Stoisisme lebih menekankan realistic thinking. Pada dasarnya, di dalam setiap situasi, manusia selalu dihadapkan dengan kemungkinan negatif. Menurut perspektif Stoa, menyadari hal ini di awal justru akan menghindarkan kecemasan atau overthinking ke depannya.

"Misalkan saya malam ini mau nyetir ke luar kota. Saya harus punya pikiran negatif dong, 'What if ban saya kempes di tengah jalan, padahal perjalanan malam?' Saya kan harus pikirin, tapi efeknya bukan menjadi cemas atau takut. Efeknya adalah, mungkin saya harus ngecek ban serep saya. Jadi, ada action-nya. Terlepas nanti terjadi atau nggak," jelas Henry.

(fuf/fuf)

Berita Terkait