BPOM Jelaskan Aturan Label BPA untuk Lindungi Masyarakat

BPOM Jelaskan Aturan Label BPA untuk Lindungi Masyarakat

Jihaan Khoirunnisaa - detikHealth
Selasa, 07 Jun 2022 19:45 WIB
BPOM Jelaskan Aturan Label BPA untuk Lindungi Masyarakat
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan saat ini rancangan peraturan pelabelan risiko Bisfenol A (BPA) pada produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK) dalam proses akhir pengesahan di Sekretariat Kabinet. Dia menegaskan regulasi tersebut bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Diketahui, BPA merupakan zat kimia yang umum terkandung dalam pembuatan botol kemasan plastik, termasuk galon isi ulang. Paparan senyawa ini dinilai dapat menyebabkan kanker dan kemandulan.

"Regulasi pelabelan risiko BPA sudah kami serahkan ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan dan kami diminta untuk mendiskusikannya secara terbuka ke publik termasuk pada hari ini," kata Penny dalam keterangan tertulis, Selasa (7/6/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di acara sarasehan dalam rangka memperingati Hari Keamanan Pangan Dunia di Jakarta, Penny menjelaskan regulasi pelabelan tersebut mengacu pada hasil kajian dan riset mutakhir di berbagai negara terkait risiko paparan BPA pada kesehatan publik.

"Semua kajian (scientific research) lebih kepada risiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan akibat dari BPA," katanya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, kehadiran pelabelan tersebut bisa memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi masyarakat.

"Dari sisi konsumen, pelabelan risiko BPA adalah hak masyarakat untuk teredukasi dan memilih apa yang aman untuk dikonsumsi," tuturnya.

Di tempat terpisah, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang sempat memaparkan terkait bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat.

"Pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat," kata Rita dalam sebuah diskusi publik pekan lalu.

"Jadi jelas tidak ada istilah kerugian ekonomi," lanjutnya.

Apabila BPA sampai berpindah (migrasi) dari kemasan plastik ke dalam tubuh, kata dia, senyawa tersebut berpotensi mengganggu sistem hormon. Efeknya pada kesehatan termasuk munculnya gangguan pada sistem reproduksi, baik pada pria maupun wanita.

"Gangguan dapat menyebabkan kemandulan, menurunnya jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido, sulit ejakulasi," katanya.

Baca Selengkapnya

Adapun gangguan lain bisa berupa munculnya penyakit tidak menular, seperti diabetes, obesitas, gangguan sistem kardiovaskuler, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara. Selain itu, masih ada efek serius berupa gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme pada anak-anak.

"Yang diinginkan BPOM sebatas produsen memasang stiker peringatan," katanya.

Secara khusus, Rita merinci alasan rancangan regulasi pelabelan BPA menyasar produk galon guna ulang. Dikatakannya, saat ini sekitar 50 juta lebih warga Indonesia setiap hari mengonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, kata dia, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Sementara dari data terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.

"Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang menggunakan kemasan PET (Polietilena tereftalat). Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang," paparnya.

Kendati demikian, Rita menyebut tak tertutup kemungkinan pihaknya mengeluarkan regulasi BPA pada kemasan pangan lain, seperti makanan kaleng. Namun untuk saat ini, dia menilai pelabelan risiko BPA pada kemasan pangan itu belum diprioritaskan mengingat tingkat peredarannya yang masih relatif kecil.

Selain itu, Rita menyebut sejumlah negara maju, semisal Perancis, telah melarang peredaran kemasan pangan berbahan plastik polikarbonat karena potensi bahaya kesehatan yang nyata.

"Di Perancis sudah nggak ada lagi lho galon yang mengandung BPA," katanya.

Dia pun menegaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang bertujuan melindungi pelaku usaha dan pemerintah terhadap potensi tuntutan masyarakat di masa datang.

Diketahui sebelumnya, berbagai kalangan telah menyuarakan dukungan atas regulasi pelabelan risiko BPA, termasuk dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, serta kalangan peneliti lintas ilmu dari berbagai universitas dan DPR RI.

Dari Surabaya, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof. Junaidi Khotib termasuk yang mendesak BPOM agar segera menerbitkan aturan pelabelan risiko BPA supaya masyarakat tidak terus-menurus terpapar BPA dari pada galon guna ulang. Apalagi menurutnya, saat ini masyarakat belum sadar sepenuhnya akan bahaya besar dari paparan BPA.

"Bagaimana bisa tahu bila label peringatannya belum pernah ada," katanya.

Dukungan juga datang dari Guru Besar Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Andi Cahyo Kumoro. Menurut Andi, pelepasan BPA pada galon guna ulang rentan terjadi bila galon sampai tergores atau terpapar sinar matahari langsung.

Efeknya paparan BPA bisa memunculkan gangguan pada sistem saraf dan perilaku anak. Sedangkan pada ibu hamil bisa memicu keguguran.

"Di berbagai negara sudah tidak direkomendasikan menggunakan kemasan yang mengandung BPA," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Investigasi KKI: 57% Galon Beredar Beresiko pada Kesehatan, Usia >2 Tahun"
[Gambas:Video 20detik]
(prf/ega)

Berita Terkait