Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama menyoroti temuan kasus BA.2.75 'centaurus' di Indonesia, tepatnya dua kasus di DKI Jakarta dan satu kasus impor di Bali. Sejauh ini, ia menyebut tidak ada data yang menunjukkan 'keganasan' subvarian baru Omicron tersebut.
Mengutip riset di India, Prof Tjandra menekankan penularan BA.2.75 di sana sudah lebih cepat ketimbang BA.5. Tren serupa juga dilaporkan di Inggris hingga Amerika Serikat. Subvarian Omicron ini juga diyakini bisa lolos dari kekebalan antibodi pasca vaksinasi COVID-19, ketimbang subvarian Omicron BA.2.
"Sudah adanya BA.2.75 di Indonesia ini menunjukkan pada kita bahwa pandemi COVID-19 masih bersama kita dan berbagai perkembangan dapat saja terjadi, termasuk adanya varian atau sub varian baru. Tentu tidak perlu panik, tetapi jelas perlu waspada dan mendapatkan data ilmiah yang valid agar penanganan di lapangan dapat berjalan dengan tepat," sebut Prof Tjandra dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (19/7/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Maxi Rein Rondonuwu menyebut sejauh ini gejala COVID-19 yang ditemukan pada ketiga kasus BA.2.75 relatif ringan. Tidak ada perbedaan signifikan dengan subvarian Omicron lainnya.
"Warga negara Australia tanpa gejala atau OTG. Ibu dan anak warga Jakarta mengalami gejala demam, sakit tenggorokan, dan batuk, serta tidak ada riwayat perjalanan luar negeri, mereka juga tidak dirawat di rumah sakit," beber dia, Selasa (19/7).
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut kasus Omicron BA.2.75 dilaporkan di sejumlah negara bagian India dan memicu gelombang kasus COVID-19 baru.
Lihat Video: Seputar Omicron 'Centaurus' BA.2.75 yang Sudah Masuk Indonesia











































