Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didesak untuk segera mengganti nama virus penyebab wabah cacar monyet, yakni virus monkeypox. Desakan ini disampaikan oleh komisaris kesehatan masyarakat New York, Ashwin Vasan.
Menurut Vasan, penggantian nama ini harus segera dilakukan untuk menghindari stigmatisasi pasien yang membuat mereka menunda untuk mencari perawatan. Hal ini disampaikan Vasan melalui surat yang ditujukan untuk Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Kami memiliki kekhawatiran yang berkembang atas dampak yang berpotensi merusak dan menstigmatisasi, yang dapat ditimbulkan oleh pesan seputar virus 'cacar monyet' pada komunitas yang sudah rentan," kata Vasan dalam surat tersebut, dikutip dari laman NDTV, Rabu (27/7/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vasan menjelaskan alasannya mendesak WHO untuk segera mengganti nama virus Monkeypox. Ini merujuk pada 'sejarah menyakitkan dan rasis' terminologi seperti (cacar monyet) berakar pada komunitas kulit berwarna.
Ia menunjukkan fakta bahwa cacar monyet tidak benar-benar berasal dari primata, seperti namanya. Hal ini juga mengingat efek negatif dari informasi yang salah, seperti yang terjadi saat awal pandemi HIV dan rasisme yang dialami komunitas Asia saat mantan Presiden Donald Trump menyebut COVID-19 sebagai 'virus China'.
"Jika terus menggunakan istilah 'cacar monyet' untuk menggambarkan wabah saat ini, dapat menyalakan kembali perasaan traumatis dari rasisme dan stigma - terutama untuk orang kulit hitam dan orang kulit berwarna lainnya," jelas Vasan.
"Serta anggota komunitas LGBTQIA+, dan ada kemungkinan mereka mungkin menghindari terlibat dalam layanan perawatan kesehatan vital karena itu," sambungnya.
Sebelumnya, WHO sempat mengumumkan akan mengganti nama virus monkeypox atau cacar monyet dalam konferensi pers beberapa waktu lalu. Namun, belum ada informasi terbaru terkait rencana tersebut.
(sao/up)











































