Baru-baru ini heboh pengakuan netizen di Twitter terkait pengalamannya saat mendatangi psikiater di salah satu RS Bandung. Akun yang tidak menyebutkan namanya tersebut bercerita jika dirinya trauma usai ke psikiater lantaran mengalami sejumlah lebam.
Lebam tersebut akibat tindakan 'pijatan' yang diterima selama perawatan dengan psikiater tersebut. Di luar kasus ini, sebenarnya boleh nggak sih psikiater 'memijat' pasien?
Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menjelaskan beberapa pemeriksaan fisik memang bisa dilakukan. Namun, tindakan ini harus didampingi keluarga pasien atau perawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk tujuan terapi, seorang psikiater memegang tubuh pasien dengan didampingi keluarga dan perawat misalnya terapi injeksi atau suntikan, terapi ECT, TMS, Neurofeedback," jelas dr Lahargo saat dihubungi detikcom Jumat (26/8/2022).
Adapun pemeriksaan fisik dipastikan dr Lahargo seharusnya tidak membahayakan pasien seperti memicu reaksi lebam di tubuh. Setiap pasien yang mendatangi psikiater tentu ingin memulihkan kejiwaan dirinya sendiri.
"Setiap terapi yang diberikan oleh psikiater tujuannya untuk memulihkan kondisi pasien dan bukan untuk memperberat keadaan pasien," lanjutnya.
Dalam beberapa kasus, pemeriksaan fisik membantu mengidentifikasi gangguan atau kesehatan mental pasien. Berikut beberapa di antaranya:
1. Inspeksi: Melihat ke tubuh pasien untuk melihat ada tidaknya perubahan dan gangguan.
2. Palpitasi: Menempelkan tangan ke tubuh pasien dan sedikit menekan untuk mengetahui ada tidaknya suatu gangguan.
3. Perkusi: Mengetuk tubuh pasien untuk mendengarkan ada tidaknya perubahan suara yg dipantulkan yg menunjukkan adanya gangguan.
4. Auskultasi: Pemeriksaan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan perubahan bunyi di dalam tubuh.
(naf/kna)











































