Lesti Kejora Pilih Damai-Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Stockholm Syndrome?

Lesti Kejora Pilih Damai-Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Stockholm Syndrome?

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Jumat, 14 Okt 2022 09:22 WIB
Lesti Kejora Pilih Damai-Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Stockholm Syndrome?
Foto: Instagram @lestykejora
Jakarta -

Kasus KDRT yang dialami Lesti Kejora oleh suaminya, Rizky Billar, berujung damai. Lesti juga mencabut laporan KDRT atas suaminya yang disebut demi keberlangsungan rumah tangga keduanya.

Kasus Lesti yang memaafkan Billar atas kekerasan yang dilakukannya membuat warganet memperbincangkan soal stockholm syndrome.

Perubahan sikap melunak korban terhadap terduga pelaku kejahatan kerap dikaitkan dengan istilah sindrom stockholm. Psikolog menduga jika Stockholm syndrome merupakan cara korban untuk mengatasi stres atau trauma.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Stockholm syndrome ini sebetulnya adalah salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri manusia secara psikologi karena lelah. Daripada melawan terus, marah, takut terus, atau benci terus, akhirnya dia berusaha menerima kondisi dia dengan cara bersimpati terhadap pelaku," kata psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan mengenai stockholm syndrome.

Istilah stockholm syndrome ini dikenal publik sejak tahun 1973. Kala itu terjadi perampokan di bank Stockholm, Swedia, dan para karyawan disandera selama enam hari.

ADVERTISEMENT

Selama hari-hari penyanderaan tersebut, banyak korban yang merasa simpati kepada pelaku. Setelah mereka dibebaskan, beberapa pegawai bank menolak bersaksi melawan perampok di pengadilan, bahkan mereka mengumpulkan uang untuk membela pelaku.

Belum banyak ahli yang membahas terkait stockholm syndrome, namun kondisi ini bisa dialami mereka yang menjadi korban kekerasan seperti KDRT, hubungan toksik, sampai pelecehan.

Next: Kok bisa malah simpati ke pelaku?

Dilaporkan Healthline, seiring berjalannya waktu, beberapa korban memang mengembangkan perasaan positif terhadap pelaku. Mereka bahkan mungkin mulai merasa seolah-olah mereka memiliki tujuan dan tujuan yang sama.

Korban bisa saja malah skeptis terhadap polisi atau pihak berwenang. Mereka mungkin membenci siapa pun yang mungkin mencoba membantu mereka melarikan diri dari situasi berbahaya yang mereka hadapi.

Penelitian telah menunjukkan mereka yang menjadi korban kekerasan bisa memiliki keterikatan emosional dengan pelaku. Pelecehan dan kekerasan fisik bisa terjadi selama bertahun-tahun sehingga korban bisa membangun perasaan positif dan simpati kepada pelaku.

Kebanyakan orang yang mengalami pelecehan, trauma, atau ekerasan tidak mengakami sindrom Stockholm. Sindrom Stockholm adalah reaksi psikologis yang langka terhadap situasi tersebut.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Mengenal 4 Jenis KDRT dan Sanksinya"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/kna)

Berita Terkait