Lesti Cabut Laporan, Psikolog Singgung Alasan Korban KDRT Pilih Damai

Lesti Cabut Laporan, Psikolog Singgung Alasan Korban KDRT Pilih Damai

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Jumat, 14 Okt 2022 20:41 WIB
Lesti Cabut Laporan, Psikolog Singgung Alasan Korban KDRT Pilih Damai
Lesti Kejora. (Foto: Palevi/detikHOT)
Jakarta -

Lesti Kejora telah mencabut laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap Rizky Billar. Ia juga mengaku telah memaafkan dan Billar sudah berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.

"Saya mau mengucapkan terima kasih banyak pada polisi karena begitu cepat menanggapi, dari mulai saya melapor sampai prosesnya berjalan lancar alhamdulillah dan pada akhirnya saya memutuskan untuk mencabut laporan (atas) suami saya," kata Lesti Kejora kepada wartawan di Polres Jaksel, Jumat (13/10/2022).

"Beliau sangat berjanji tidak akan mengulangi, sudah dituangkan dalam perjanjian. Beliau memohon pada orang tua untuk minta maaf, orang tua saya maafin," kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan dalam kasus kekerasan atau KDRT ada yang namanya cycle of abuse. Salah satu fasenya disebut dengan honeymoon, yakni fase di mana pelaku dan korban berselisih dengan baik atau memilih berdamai.

"Pelaku khususnya, itu memperlakukan korban cenderung manipulatif. Seolah-olah membahas permasalahannya itu adalah kesalahan dari si korban," ungkap Anastasia pada detikcom, Jumat (14/10/2022).

ADVERTISEMENT

"Si korban dibelikan pengertian atau diberikan hadiah, diberikan sesuatu yang sifatnya sweet (manis), supaya korban itu tetap bertahan dan mau memaafkan," lanjutnya.

Namun, Anastasia mengatakan fase honeymoon ini juga bisa berasal dari si korban. Mungkin si korban merasa bahwa perilaku kekerasan itu adalah bentuk rasa sayang, posesif, atau bahkan itu disebabkan kesalahannya sendiri.

Menurut Anastasia, jika sudah seperti itu si korban akan meragukan dirinya sendiri. Alhasil, ia juga akan ragu dalam mengambil keputusan.

"Jika sudah seperti ini, sudah kaitannya dengan diri korban itu sendiri yang dari awal mungkin insecure, kurang berani untuk mengatakan apa yang dia mau, apa yang dia yakini, sering dipatahkan opininya, atau disalahkan," kata Anastasia.

"Jadi, saat bertemu dengan pasangan pun nggak sama. Dia akan meragukan dirinya sendiri. Jangankan untuk mengambil keputusan pisah, untuk mempertahankan apa yang dia rasa betul pun dia menjadi ragu-ragu," sambung dia.

Apa yang Harus Dilakukan?

Anastasia mengungkapkan kondisi ini justru membuat harga diri korban semakin rusak. Sebaliknya, si pelaku akan semakin merasa apa yang dilakukannya benar dan akan menyalahkan korban.

Untuk mengatasi ini, Anastasia menyarankan adanya pihak ketiga. Ini dibutuhkan untuk memberikan masukan yang netral dan logis.

"Dibutuhkan pihak ketiga untuk memberikan masukan secara netral secara logis tentang apa yang terjadi, dan apa yang harus dilakukan korban supaya tidak terus-menerus disalahkan," pungkasnya.




(kna/kna)

Berita Terkait