PT Yarindo Farmatama, produsen obat sirup Flurin, angkat bicara setelah produk obat sirupnya disebut tercemar etilen glikol di atas batas aman. Mereka mengklaim selama ini telah menjalankan prosedur yang ditetapkan oleh BPOM mengenai cara pembuatan obat.
"Terus selama itu kita kan sudah tiga kali daftar ulang. Kalau katakanlah kami salah, kenapa NIE (nomor izin edar) kami keluar? NIE kami ini 2020 sampai 2025. Artinya, BPOM sendiri kan yang memberikan pengawasan untuk izin edar ini," ujar kuasa hukum PT Yarindo Farmatama, Vitalis Jebarus, di Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten, Senin (31/10/2022).
Vitalis juga mengklaim pihaknya memproduksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan BPOM. Perusahaan tersebut juga mengatakan sudah memenuhi standar keamanan mutu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai hari ini tidak ada orang meninggal gara-gara Flurin. Dari 102 list yang dikeluarkan Kemenkes, tidak ada Flurin, tidak ada itu," bebernya.
BPOM Sebut Yarindo Tak Laporkan Perubahan Bahan Baku
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito membeberkan obat sirup Flurin buatan PT Yarindo Farmatama memiliki cemaran etilen glikol ratusan kali lipat dari standar. Pelanggaran PT Yarindo Farmatama dalam hal ini adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat.
"Produk PT Yarindo Farmatama yaitu Flurin DMP Sirup terbukti menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol (EG) sebesar 48 mg/ml, di mana syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/m," ungkap Penny.
BPOM juga menemukan PT Yarindo Farmatama mengubah bahan baku dan sumber pemasok bahan baku tanpa melalui proses kualifikasi hingga pengujian bahan baku yang seharusnya dilakukan. Perusahaan tersebut juga memiliki rekam jejak kepatuhan produk yang tidak bagus selama dua tahun terakhir.
"Di awal kami mengembangkan sampling, kira-kira mana yang mengandung cemaran dari list produk obat yang dikaitkan dengan kondisi pasien. Dikembangkan dengan beberapa kriteria, salah satunya industri farmasi yang tingkat kepatuhannya tidak baik," pungkas Penny.
(kna/up)











































