Fakta-fakta Ancaman 'Tsunami COVID' di China, Pasien di RS Membludak

ADVERTISEMENT

Round Up

Fakta-fakta Ancaman 'Tsunami COVID' di China, Pasien di RS Membludak

ale - detikHealth
Jumat, 16 Des 2022 06:55 WIB
SHANGHAI, CHINA - DECEMBER 05: Passengers walk by a sign with venue QR code at a subway station on December 5, 2022 in Shanghai, China. Negative nucleic acid testing results are not required for taking public transportation in Shanghai as the city optimized COVID-19 control measures. (Photo by Yin Liqin/China News Service)
Ilustrasi COVID-19 di China (Foto: Yin Liqin/CNS/Getty Images)
Jakarta -

Kebijakan 'Zero-COVID' yang diberlakukan di China menjadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini membuat negara tersebut kini sedang menghadapi situasi yang amat sulit.

Sejak saat itu, sebagian warga seperti dibiarkan hidup dengan infeksi virus Corona. Ini juga menyebut rumah sakit diterpa kenaikan pasien COVID-19. Sebelumnya, ketika Beijing mencabut aturan Zero-COVID pada pekan lalu muncul beberapa kecaman lantaran bersifat terlalu keras.

Salah satu contoh dari kebijakan tersebut adalah warga-warga dibawa dan dikarantina secara paksa sebagai upaya penanganan COVID-19. Tak hanya itu, sempat juga beredar protes terhadap metode lockdown di negara tersebut.

Hal ini juga berdampak pada rumah sakit di China yang sedang berada di bawah tekanan yang besar karena perubahan kebijakan COVID-19. Kondisi ini menuntut para pekerja medis yang terinfeksi COVID-19 tetap bekerja karena kekurangan staf.

"Orang yang terinfeksi diharuskan bekerja di rumah sakit yang menciptakan lingkungan penularan di sana," kata Profesor Chen Xi, seorang profesor China di bidang kebijakan kesehatan dikutip dari BBC, Rabu (14/12/2022).

Kapasitas RS Membludak

Saat ini, rumah sakit di China tengah tergesa-gesa meningkatkan kapasitas bangsal dalam cara mengatasi gelombang besar pasien COVID-19. Meski kapasitasnya telah ditambah, tetap terisi dengan cepat.

Profesor Chen menyebut kebijakan zero-COVID menjadi salah satu penyebab melonjaknya kapasitas RS. Alasan lainnya adalah kurangnya penjelasan untuk pasien COVID-19 bisa tetap di rumah jika gejalanya masih ringan.

"Tidak ada budaya tinggal di rumah untuk gejala ringan," katanya.

"Ketika orang merasa sakit, mereka semua pergi ke rumah sakit, yang dapat dengan mudah merusak sistem perawatan kesehatan," lanjut Prof Chen.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di rumah sakit, tetapi juga apotek di seluruh negeri China juga mengalami kekurangan obat. Ini terjadi karena masyarakat berbondong-bondong membeli obat pilek atau flu serta alat tes COVID, hingga menyebabkan kelangkaan.



Simak Video "China Longgarkan Sederet Aturan di Tengah Tsunami Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT