Kata Ahli Forensik soal 'Otak Pindah ke Perut' Jenazah Brigadir J

ADVERTISEMENT

Kata Ahli Forensik soal 'Otak Pindah ke Perut' Jenazah Brigadir J

Vidya Pinandhita - detikHealth
Senin, 19 Des 2022 19:03 WIB
Dugaan penyebab kematian satu keluarga di Kalideres sudah diketahui. Hal tersebut berdasarkan keterangan polisi usai proses autopsi jenazah di rumah sakit.
Penjelasan ahli forensik perihal alasan di balik temuan 'otak pindah ke perut' pada jenazah Brigadir J. Foto: dok. detikcom
Jakarta -

Terkait kasus penembakan terhadap Brigadir N Yosua (Brigadir J), publik sempat dibuat geger oleh temuan otak pindah ke perut dari hasil autopsi. Ahli Forensik dan Medikolegal dari Pusdokkes Polri Farah Primadani Karouw menjelaskan, pemindahan otak dari kepala ke perut sebenarnya merupakan bagian dari SoP proses autopsi.

Diketahui, Farah adalah dokter yang melakukan autopsi awal terhadap jenazah Brigadir J pada 8 Juli 2022. Hal terkait hasil autopsi jenazah Brigadir J disampaikannya dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jaksel, Senin (19/12/202).

Menurut Farah, pemindahan otak ke perut ada dalam proses embalming atau pembalseman seusai autopsi. Untuk memaksimalkan pembalseman, otak direndam dalam formalin kemudian dimasukkan ke perut jenazah.

"Pada saat itu pengembalian itu masuk dilakukan ke rongga tubuh karena akan dilakukan proses tindakan embalming pasca autopsi sehingga untuk memaksimalkan embalming itu kami rendam dengan formalin dan dimasukkan ke rongga perut," ungkapnya dalam sidang, Senin (19/12/2022).

"Itu SOP kami adalah semua organ yang telah diperiksa dimasukkan ke dalam organ tubuh tidak ada satu organ pun yang diambil atau yang ditinggalkan di organ tubuh," imbuh Farah lebih lanjut.

Dalam kesempatan sebelumnya, ahli kedokteran forensik dari Universitas Indonesia, dr Budi Sampurna, sempat menjelaskan bahwa di Indonesia, umumnya jaringan dikembalikan ke tempat atau area tubuh semula setelah proses autopsi.

Namun ditegaskannya, setiap negara bisa memiliki prosedur autopsi berbeda, bergantung pada tradisi hingga agama.

Ia mencontohkan, di Jerman, Amerika, dan Belanda, otak biasa diletakkan pada rongga perut setelah autopsi untuk mencegah cairan otak yang mencair merembes dari bekas tengkorak yang dipotong.

"Kepala itu sudah dipotong tulangnya. Kalau otak itu nanti mencair, maka dia bisa merembes ke situ dan bisa keluar. Oleh karena itu mereka (di sejumlah negara lain) mengatakan, kalau di kami, tidak kita masukkan kembali ke kepala tetapi kepala itu nanti sudah ditutup seperti kapas, atau ada khusus lah semacam kertas ditaruh situ. Kemudian potong lagi tengkoraknya dan boleh ditutup," terang dr Budi pada detikcom beberapa waktu lalu.

"Jadi yang tadi otaknya dipindahkan atau diletakkan di daerah perut. Tapi itu kan di negara lain. Jadi masing-masing negara bisa berbeda-beda tata cara mengembalikannya," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT