Ribuan Pria Paruh Baya dan Lansia Korsel 'Mati Kesepian', Efek Resesi Seks?

ADVERTISEMENT

Ribuan Pria Paruh Baya dan Lansia Korsel 'Mati Kesepian', Efek Resesi Seks?

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Senin, 26 Des 2022 07:01 WIB
BEIJING, CHINA -MAY 30: Office workers wait in line to show their health codes and proof of 48 hour negative nucleic acid test, outside an office building after some people returned to work, in the Central Business District on May 30, 2022 in Beijing, China. China is trying to contain a spike in coronavirus cases in Beijing after hundreds of people tested positive for the virus in recent weeks. Local authorities have initiated mass testing, mandated proof of a negative PCR test within 48 hours to enter many public spaces, closed schools and  banned gatherings and inside dining in all restaurants, and locked down many neighborhoods in an effort to maintain the countrys zero COVID strategy. Due to improved control and lower numbers of new cases and reduced spread, municipal officials from Sunday permitted the easing of some restrictions to allow for limited return to office, resumption of public transport, and the re-opening of many shopping malls, parks, and scenic spots with limited capacity in some districts. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)
Ilustrasi seks. (Foto: Getty Images/Kevin Frayer)
Jakarta -

Korea Selatan adalah salah satu dari beberapa negara Asia, termasuk Jepang dan China yang menghadapi penurunan demografis. Tingkat kelahiran Korea Selatan terus menurun sejak 2015 silam.

Beberapa faktor yang menjadi 'biang keroknya' adalah budaya kerja, tingginya budaya hidup, dan upah yang stagnan. Mereka akhirnya menunda memiliki keluarga hingga mempunyai anak.

Pada saat yang sama, usia produktif menyusut di tengah populasi terus menua. Otomatis, muncul kekhawatiran tidak akan ada cukup kelompok usia muda untuk mendukung kebutuhan populasi lansia yang membengkak di bidang-bidang seperti perawatan kesehatan dan bantuan rumah. Beberapa konsekuensi dari distribusi usia yang tidak seimbang ini menjadi jelas, dengan jutaan penduduk lanjut usia berjuang bertahan hidup sendiri.

Pada tahun 2016, lebih dari 43 persen warga Korea berusia di atas 65 tahun berada di bawah garis kemiskinan, menurut Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, lebih dari tiga kali rata-rata nasional negara-negara OECD lainnya.

Kehidupan orang Korea paruh baya dan lanjut usia dengan cepat memburuk. ''Ini adalah penyebab utama kematian mereka dalam kesepian," sebut Song In-joo, peneliti senior di Pusat Kesejahteraan Seoul, menulis dalam sebuah studi tahun 2021 tentang kematian yang kesepian.

Studi menunjukkan ribuan paruh baya, diikuti lansia, meninggal dalam kesepian lantaran ditemukan tewas usai berhari-hari dan berminggu-minggu tak bernyawa. Satu kasus melibatkan seorang buruh berusia 64 tahun yang meninggal karena sirosis terkait alkohol, setahun setelah kehilangan pekerjaannya karena cacat.

Dia tidak memiliki pendidikan, keluarga atau bahkan ponsel. Dalam kasus lain, seorang wanita berusia 88 tahun mengalami kesulitan keuangan setelah kematian putranya. Dia meninggal setelah pusat kesejahteraan lansia yang dia hadiri, biasanya menyediakan makanan gratis, ditutup pada awal pandemi.

Dalam studi lain yang diterbitkan November, Song merekomendasikan otoritas untuk membuat lebih banyak sistem dukungan bagi mereka yang mencoba bangkit kembali, termasuk program pendidikan, pelatihan, dan konseling untuk lansia.

Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Cho Kyu-hong baru-baru ini mengatakan Korea Selatan sedang bekerja seperti negara lain, termasuk Inggris dan Jepang, untuk meluncurkan strategi menghadapi 'mati kesepian'.

"Analisis ini bermakna sebagai langkah awal bagi pemerintah pusat dan daerah untuk secara bertanggung jawab menangani krisis titik buta baru dalam kesejahteraan ini," katanya.

NEXT: Studi Meninggal Kesepian

Saksikan Year in Review 2022: Kontribusi Nyata Pulihkan Perekonomian Pasca Pandemi dan Ukir Prestasi di Kancah Dunia

[Gambas:Video 20detik]



ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT