Hari Sindrom Moebius Sedunia 2023: Sejarah dan Tema

ADVERTISEMENT

Hari Sindrom Moebius Sedunia 2023: Sejarah dan Tema

Fadilla Namira - detikHealth
Sabtu, 21 Jan 2023 15:31 WIB
Ilustrasi bayi
Hari Sindrom Moebius Sedunia (Foto: Getty Images/bernie_photo)
Jakarta -

Hari Sindrom Moebius Sedunia atau Moebius Syndrome Awareness Day diperingati setiap tahun pada 24 Januari. Sindrom moebius adalah penyakit langka yang menyebabkan bayi lahir tanpa ekspresi. Penyakit ini menyerang beberapa saraf otak, khususnya saraf kranial keenam untuk mengontrol gerakan mata dan ketujuh guna membentuk ekspresi wajah.

Saking langkanya, penyakit ini diperkirakan hanya terjadi dua sampai 20 kasus dari satu juta kelahiran bayi. Para peneliti belum bisa memastikan dan masih mengkaji penyebab dari sindrom moebius. Namun, ahli medis percaya penyakit ini ada hubungannya dengan faktor genetik meski biasanya terjadi secara sporadis.

Anak-anak dengan sindrom moebius umumnya mengalami kesulitan menggerakkan wajah, misalnya sukar tersenyum, cemberut, mengangkat alis, atau menutup kelopak mata. Pengidapnya juga mengalami kesulitan makan dan di beberapa kasus berpotensi mengembangkan otot dada dan tungkai secara abnormal. Bahkan, sekitar 30-40 persen pengidapnya cenderung mengalami autisme dengan tingkat keparahan yang bervariasi.

Dikutip dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), ada empat kategori sindrom moebius:

  • Kategori I menandakan inti batang otak yang kecil atau tidak tumbuh sehingga menyebabkan saraf kranial cacat.
  • Kategori II mencirikan hilangnya dan degenerasi neuron pada saraf tepi wajah.
  • Kategori III menggambarkan degenerasi atau kerusakan neuron dan sel otak lainnya, serta jaringan yang mengeras di inti batang otak.
  • Kategori IV memperlihatkan gejala gangguan otot meskipun tidak ada lesi (benjolan atau luka) pada saraf kranial.

Kelahiran bayi dengan sindrom moebius pernah terjadi di Indonesia pada 2020 bernama Hiro. Selama 21 hari bayi mungil tersebut harus dirawat di NICU (ICU khusus bayi) karena sulit membuka mulut, makan, bahkan bernapas. Pada 21 Desember 2021, Hiro dikabarkan meninggal dunia setelah 1,5 tahun berjuang melawan penyakitnya.

Sejarah Hari Sindrom Moebius Sedunia

Hari Sindrom Moebius Sedunia pada 24 Januari terinspirasi dari tanggal lahir Profesor Paul Julius Moebius, dokter yang pertama kali mendiagnosis kondisi tersebut pada 1888. Konsep peringatan ini mulanya diajukan oleh Donnie Downs, ayah dari anak laki-laki yang terkena sindrom moebius, kepada Smith yang juga pengidap sindrom tersebut asal Virginia, Amerika Serikat.

Kemudian, Smith bersama rekannya bernama Gavin Fouche dari Cape Town, Afrika Selatan, melakukan pendakian untuk mengampanyekan sindrom moebius pada akhir musim dingin tahun 2010. Kerja keras keduanya pun mendapat hasil yang tidak sia-sia. Awal 2011, sudah enam ribu orang bergabung dan menyetujui terbentuknya Hari Sindrom Moebius Sedunia.

Smith dan Fouche mulanya tidak pernah bertemu secara fisik dan hanya berinteraksi melalui media sosial. Namun, keduanya memiliki hasrat yang sama untuk menyebarkan edukasi dan kesadaran tentang sindrom moebius. Menurut mereka, dengan adanya peringatan ini, diharapkan pengidap sindrom moebius punya kehidupan yang lebih baik tanpa dipandang sebelah mata oleh masyarakat awam.

Dari peringatan itu pula, Smith dan Fouche berhasil mendirikan organisasi Many Faces of Moebius Syndrome (MFOMS) guna menampung partisipasi dan mendukung kepedulian terhadap orang-orang dengan sindrom moebius. Ungu adalah warna identik yang dipilih untuk merayakan peringatan tersebut.

Tema Hari Sindrom Moebius Sedunia 2023

Seluruh organisasi yang mendukung peringatan Hari Sindrom Moebius Sedunia meresmikan tema pada 2023 sebagai We are the World! atau 'Kita adalah Dunia!'. Tema ini mempunyai makna kekeluargaan secara global, di mana satu sama lain saling merangkul dan menyatukan harapan demi kelayakan hidup pengidapnya.

Selain itu, tema ini diharapkan bisa mengurangi diskriminasi dan meningkatkan kepedulian untuk semua pengidap sindrom moebius. Ditambah, belum ada penemuan obat khusus untuk menyembuhkan penyakit langka ini sehingga dukungan dan edukasi dari orang-orang terdekat adalah kunci agar pengidapnya tetap semangat menjalani kehidupan.



Simak Video "Sidang Kasus Gagal Ginjal Akut Bakal Dilanjutkan Pekan Depan"
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT