Sejumlah negara seperti China, Korea Selatan, dan Singapura kini dihantui resesi seks, yakni kondisi populasi merosot imbas banyak warga ogah mempunyai anak. Pada 2022, diperkirakan ada kurang dari 800 ribu angka kelahiran. Indonesia diyakini jauh dari kondisi serupa, seperti apa situasinya?
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo, SpOG, menjelaskan kebanyakan warga Indonesia menikah dengan motivasi prokreasi atau ingin punya anak. Dengan begitu, Indonesia masih jauh dari risiko serupa layaknya di Jepang.
"Saya sebetulnya memang sudah meyakini bahwa di Indonesia tidak ada resesi seks. Resesi seks itu kan secara masif orang menjadi tidak ada nafsu untuk berhubungan seks. Itu kan jarang terjadi seperti itu," ungkap dr Hasto saat ditemui detikcom di Gedung BKKBN, Jakarta Timur, Rabu (25/1).
Lebih lanjut dr Hasto memaparkan, dalam setahun ada 4,8 juta bayi lahir di Indonesia. Kemudian dari 2 juta orang menikah dalam setahun, sekitar 1,6 juta di antaranya hamil di tahun pertama pernikahan.
Mengacu pada angka tersebut ia meyakini, Indonesia jauh dari kemungkinan resesi seks. Dalam kata lain, kecil kemungkinan jumlah jumlah populasi bakal merosot karena masyarakat tidak ingin berhubungan seks.
"99 persen pasangan kalau ditanya apakah mereka mau punya anak, 99 persen semua mau punya anak. Jadi di Indonesia pernikahan itu prokreasi," ungkap dr Hasto lebih lanjut.
"Di beberapa negara maju ada yang security. Saya menikah karena ingin mendapatkan keamanan perlindungan. Ada yang bukan prokreasi, bukan security, ada rekreasi. Jadi ada menikah hanya untuk rekreasi. Tapi Indonesia tidak. Mayoritas mau punya anak. Bahkan kalau ada Idul Fitri, belum hamil dia khawatir," pungkasnya.
NEXT: Memang jika terjadi resesi seks, apa bahayanya?
Simak Video 'Jokowi: Yang Hamil 4,8 Juta, Artinya di Indonesia Tak Ada Resesi Seks':