Geger Anak TK Diperkosa 3 Bocah SD, KemenPPPA Buka Suara

ADVERTISEMENT

Geger Anak TK Diperkosa 3 Bocah SD, KemenPPPA Buka Suara

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Jumat, 27 Jan 2023 20:26 WIB
Boy showing STOP gesture with his hand. Concept of domestic violence and child abuse. Copy space
Kekerasan seks (Foto: Getty Images/iStockphoto/gan chaonan)
Jakarta -

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) buka suara soal kasus anak TK diduga diperkosa tiga bocah SD di Mojokerto. Ia menyoroti kemungkinan pelaku kekerasan seksual anak terjadi akibat tak sengaja terkena paparan tontonan porno.

Menyikapi kasus ini, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Nahar pihaknya masih mendalami laporan kasus terkait. Terlebih, bukan hanya korban, pelaku juga merupakan usia anak di bawah 12 tahun. Berusia tujuh tahun dan enam tahun.

Sepanjang 2022, KemenPPPA menerima 970 aduan kasus kekerasan pada anak, 557 di antaranya merupakan anak korban kejahatan seksual. Menurutnya, banyak kekerasan seksual terjadi di luar nalar lantaran berasal dari lingkungan terdekat.

"Sangat tidak bisa dimengerti oleh akal, modusnya macam-macam bahkan sampai kepada contoh misalnya gara-gara orangtua lupa taruh HP, anak melihat isi HP ortu, yg mengandung unsur pornografi kemudian dalam prosesnya dia addict, kemudian dia pgn membuktikan contoh-contoh yang ada di HP itu kemudian muncul lah kasus-kasus seperti ini terakhir di Mojokerto," sebutnya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).

Nahar juga mendesak tanggung jawab dari semua pihak terutama pihak keluarga. Keluarga dalam hal ini orangtua memiliki peran besar dalam pola asuh anak.

Jika pola asuh tidak dilakukan sebagaimana mestinya, dikarenakan beragam faktor termasuk faktor kesibukan, Nahar menyebut perlu ada pengganti figur orangtua demi mencegah kasus serupa.

"Kami akan memastikan betul kejadiannya seperti apa," lanjut dia.

Pelaku kekerasan seksual di usia anak, disebutnya mendapatkan hukuman melewati cara berbeda. Tergantung dari hasil assesment atau penilaian ahli psikolog soal pemicu pelaku melakukan kekerasan seksual.

Jika misalnya, pelaku mengalami adiksi konten porno, anak berhak mendapatkan rehabilitasi, baik dari psikososial maupun rehabilitasi medis.

"Kami mengkoordinasikan untuk memastikan betul kejadiannya seperti apa, kalau seandainya anak modusnya bermain, hanya bermain-main, lalu kemudian nanti kan kalau proses hukum harus bisa dibuktikan apakah ini pencabulan atau ada penetrasi, ada di sisi usia, kita punya UU sistem peradilan pidana anak," sebutnya.

"Prinsip pertamanya tidak ada anak yang ingin melakukan hal di luar usianya, di usianya kan harusnya mereka bebas bermain, belajar," kata dia.



Simak Video "Jepang Bakal Naikkan Batas Usia Legal Aktivitas Seksual"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT