Biang Kerok 'Horor' Situasi Jepang Dihadang Resesi Seks

ADVERTISEMENT

Biang Kerok 'Horor' Situasi Jepang Dihadang Resesi Seks

Celine Kurnia - detikHealth
Minggu, 29 Jan 2023 14:10 WIB
Seorang pria berjalan melewati shelter berisi boneka yang dibuat dengan tangan dan ditempatkan di sekitar desa oleh penduduk lokal Tsukimi Ayano untuk menggantikan populasi lokal yang semakin berkurang pada 22 April 2016 di desa Nagoro, di Miyoshi, Jepang.
Jepang 'resesi seks', ini biang keroknya. (Foto ilustrasi: Financial Review)
Jakarta -

Jepang mencatat angka kelahiran kurang dari 800 ribu pada 2022. Padahal, di era 1970-an angka kelahiran di Jepang masih terbilang tinggi, yaitu lebih dari 2 juta. Oleh sebab itu, Jepang diprediksi akan mengalami 'resesi seks' yang juga tengah melanda negara lain seperti China, Korea Selatan, dan Singapura.

Resesi seks ini disebabkan oleh tingginya biaya hidup di Jepang bagi pasangan yang sudah berkeluarga. Selain itu, biaya perawatan kesuburan juga tergolong mahal. Meskipun pemerintah sudah memberi bantuan keuangan, tetapi masih tidak cukup.

"Dukungan keuangan pemerintah di Jepang hanya sekitar setengah atau bahkan sepertiga dari apa yang disediakan oleh negara-negara besar Barat," ungkap Matsuda Shigeki, Profesor Sosiologi di Universitas Chukyo.

Data dari Bank Dunia mengungkapkan Jepang adalah negara dengan jumlah lansia (di atas 65 tahun) terbesar di dunia. Situasi ini menjadi masalah karena jumlah lansia tidak diimbangi dengan angka kelahiran yang tinggi. Pada 2021, jumlah kelahiran hanya 811.622 dan merupakan yang terendah sejak 1899.

"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat. Memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan mengasuh anak adalah masalah yang tidak bisa menunggu dan tidak bisa ditunda," kata Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida kepada anggota parlemen dikutip dari BBC, Selasa (24/1/2023).

Belum lama ini pemerintah Jepang membentuk panel ahli untuk membahas strategi peningkatan angka kelahiran. Dalam panel tersebut seorang pejabat kementerian melaporkan laki-laki di Jepang menghabiskan sekitar dua jam sehari untuk mengurus rumah dan anak.

Berdasarkan survei, perempuan pun masih bekerja penuh waktu saat hamil dan setelah melahirkan. Sebanyak 40 persen responden mengaku sulit membagi waktu antara pekerjaan dan mengasuh anak. Maka dari itu, pemerintah Jepang menyimpulkan penurunan angka kelahiran mungkin disebabkan oleh jam kerja yang panjang.

Menurut data resmi, populasi di Negeri Sakura saat ini berjumlah di bawah 125 juta jiwa. Faktor yang memengaruhi resesi seks tersebut antara lain:

  • Biaya hidup mahal
  • Perempuan lebih berfokus pada pendidikan dan karir
  • Akses kontrasepsi yang mudah
  • Perempuan lebih memilih untuk mempunyai sedikit anak atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali (childfree).


Simak Video "Populasi Menurun dalam 60 Tahun, Generasi Muda China Enggan Berkeluarga"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT