China Dihantam 'Resesi Seks', Generasi Muda Bongkar Alasan Ogah Punya Anak

ADVERTISEMENT

China Dihantam 'Resesi Seks', Generasi Muda Bongkar Alasan Ogah Punya Anak

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Minggu, 29 Jan 2023 15:17 WIB
BEIJING, CHINA -MAY 30: Office workers wait in line to show their health codes and proof of 48 hour negative nucleic acid test, outside an office building after some people returned to work, in the Central Business District on May 30, 2022 in Beijing, China. China is trying to contain a spike in coronavirus cases in Beijing after hundreds of people tested positive for the virus in recent weeks. Local authorities have initiated mass testing, mandated proof of a negative PCR test within 48 hours to enter many public spaces, closed schools and  banned gatherings and inside dining in all restaurants, and locked down many neighborhoods in an effort to maintain the countrys zero COVID strategy. Due to improved control and lower numbers of new cases and reduced spread, municipal officials from Sunday permitted the easing of some restrictions to allow for limited return to office, resumption of public transport, and the re-opening of many shopping malls, parks, and scenic spots with limited capacity in some districts. (Photo by Kevin Frayer/Getty Images)
Alasan generasi muda di China ogah punya anak. (Foto: Getty Images/Kevin Frayer)
Jakarta -

Baru-baru ini, China mencatat penurunan populasi untuk pertama kalinya dalam 60 tahun. Dari data yang ada, diprediksi penurunan itu akan terus terjadi selama 30 tahun ke depan.

Salah satu yang menjadi penyebab menurunnya populasi di China adalah banyaknya generasi muda yang tidak memiliki rencana untuk memiliki anak. Padahal, pemerintah telah menawarkan berbagai insentif bagi kaum muda untuk berkeluarga dan memiliki lebih banyak anak.

Alasan yang Membuat Mereka Ogah Punya Anak

Dikutip dari laman DW, para generasi muda memiliki pandangan pesimistik tentang masa depan. Hal ini terlihat dari perubahan sikap mereka terhadap pernikahan dan keluarga.

"Kaum muda di China umumnya merasa masa depannya suram dan hidup akan penuh tekanan," beber Emma Li, seorang wanita berusia 25 tahun yang tinggai di Shanghai, China, dikutip dari DW, Minggu (29/1/2023).

"Punya anak adalah sebuah pilihan yang akan menambah stres dalam hidup. Banyak dari kita yang memutuskan untuk menjadi 'generasi terakhir' dalam keluarga kita," lanjutnya.

Emma Li juga mengungkapkan pendapatnya tentang berita statistik terkait penurunan populasi di negaranya. Menurutnya, itu tidak akan mengubah pandangannya tentang keluarga.

"Saya telah berdiskusi tentang pernikahan dan memiliki anak dengan banyak teman saya, dan banyak dari mereka tidak punya keinginan untuk mengikuti cara tradisional," jelas Emma Li.

Apa yang Menghalangi Kaum Muda Berkeluarga?

Warga China yang lain mulai mengungkap hal-hal yang menghalangi mereka untuk bisa berkeluarga. Misalnya seperti gaya hidup yang penuh tekanan dan tuntutan dalam kehidupan sehari-hari.

"Jam kerja yang panjang, pekerjaan yang tidak memuaskan, dan tekanan untuk bertahan hidup dengan upah rendah selama inflasi membuat kami tidak mungkin membesarkan anak," kata Cynthia Liu, wanita berusia 27 tahun yang tinggal di Beijing, China.

Menanggapi ini, pengamat China dan asisten profesor sosiologi di University of Michigan mengatakan bahwa lebih banyak wanita muda di China lebih berfokus pada karier dan kehidupan pribadinya.

"Diskriminasi gender di pasar tenaga kerja China dan harapan luar biasa sebagai ibu bagi perempuan adalah kendala yang menghalangi mereka untuk menikah atau punya anak," jelasnya.

Tak hanya dari sisi wanita, para pria juga mengungkapkan alasan mereka yang tidak berencana memiliki anak di masa depan. Salah satu alasan terbesar adalah efek dari penguncian wilayah selama pandemi COVID-19 dan peningkatan kontrol dari pihak berwenang.

Diketahui, setelah penguncian ketat di kota-kota di China sejak tahun 2020, jumlah warga yang usianya antara 16-24 tahun yang menganggur naik menjadi 20 juta pada Desember 2022. Dari angka Biro Statistik Nasional menunjukkan bahwa tingkat pengangguran kaum muda telah mencapai 19,9 persen pada Juli 2022.

"Penguncian berulang kali selama tiga tahun terakhir telah merugikan banyak orang, termasuk tabungan dan rasa aman mereka," ujar pria berusia 26 tahun, Adam Wang, yang tinggal di Kota Tianjin.

"Pabrik dan perusahaan tidak dapat menawarkan tunjangan dasar bagi pekerjanya, sementara makin banyak orang bersaing untuk menjadi pegawai negeri, karena tingkat pengangguran kaum muda mencapai titik tertinggi baru selama pandemi," sambung dia.

NEXT: Soal Insentif dari Pemerintah

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT