Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut vaksin COVID-19 berbayar sejauh ini masih dalam pembahasan. Kebijakan vaksin berbayar disebut akan melihat situasi COVID-19 di Tanah Air.
"Vaksinasi berbayar masih terus dalam wacana pembahasan karena kita juga belum tahu, apakah nanti ke depan sebenarnya vaksinasi COVID ini masih sangat dibutuhkan sebagai suatu vaksinasi dalam penanganan pandemi," kata Kepala Biro Komunikasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi saat ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/1/2023).
"Atau justru kalau pandeminya sudah terkendali, penyakit COVID sudah endemi, vaksinasi COVID-19 hanya berupa vaksin pilihan yang sama seperti vaksin influenza," sambungnya.
Nadia menegaskan sejauh ini, pemerintah masih menggratiskan pemberian vaksin COVID-19 untuk umum. Masyarakat yang ingin mendapatkan vaksin booster pun masih gratis.
"Sampai skg kebijakan utk vaksinasi covid tidak berbayar, itu yg jd penting utk segera dimanfaatkan apalagi kita sudah meluncurkan vaksinasi booster kedua per 24 Januari
Meski laju vaksinasi COVID-19 menurun, namun Kemenkes menyebut sejauh ini belum ada kebijakan untuk menjadikan vaksin booster kedua menjadi syarat perjalanan.
"Nanti kita lihat situasinya, kan prinsipnya adalah menjaga jangan sampai terjadi lonjakan kasus dan yang berlaku masih SE satgas yang lama," pungkas Nadia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menyebut vaksin COVID-19 bakal berbayar bagi warga yang mampu. Nantinya, harga yang dipatok sekitar 5-10 USD atau sekitar Rp 150 ribu.
"Dan karena vaksin sekarang sudah sangat tersedia ya. Harganya sekitar 5-10 dollar, 10 dollar kan setara Rp 150 ribu. Kalau yang miskin kan masuk ke program standarnya BPJS. Tapi kalau yang mampu, dia bisa beli sendiri," jelas Budi ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/1).
Simak Video "Dugaan Motif Ilmuwan Penemu Vaksin Covid-19 Dibunuh"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf)