Imunisasi pasif seperti antibodi monoklonal disebut penting dalam pencegahan COVID-19, khususnya bagi penderita kanker yang termasuk kelompok rentan. Hal ini mengingat efektivitas vaksin yang berkurang, sehingga dibutuhkan proteksi ekstra.
Diketahui selama ini dalam menangani COVID-19 diberlakukan pemberian imunisasi aktif untuk pencegahannya. Imunisasi aktif yang dimaksud adalah dengan vaksinasi yang memasukkan kekebalan buatan sehingga tubuh membentuk antibodi.
Pada kondisi ideal, vaksin primer maupun booster seharusnya cukup untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi COVID-19. Namun kondisi ini berbeda pada penderita kanker yang memiliki imunitas lebih lemah, sehingga membuat mereka memiliki risiko lebih tinggi terjangkit COVID-19 daripada yang lain. Hal ini bisa dipicu dari kanker itu sendiri maupun efek samping dari terapi pengobatan kanker.
Seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian Recovery yang dirilis oleh Linardou et. al. Penelitian ini menyebut adanya perbedaan respons tubuh terhadap vaksin yang diberikan ke dua kelompok yakni kelompok pasien kanker dan kelompok orang sehat (controls), yang mana respons imun para pasien kanker lebih rendah terhadap vaksin tersebut.
Oleh karenanya, perlu perawatan lain sebagai proteksi tambahan bagi para penderita kanker, seperti lewat imunisasi pasif.
"Melihat fakta tersebut, terdapat kelompok pasien kanker yang berisiko belum mendapatkan perlindungan yang sama optimalnya dengan masyarakat sehat, bahkan setelah pemberian vaksin. Maka pada kelompok pasien tersebut, imunisasi pasif berupa antibodi monoklonal dapat menjadi opsi sebagai extra protection," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hemato-Onkologi Medik dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM dalam keterangan tertulis, Rabu (1/2/2023).
Namun sebetulnya seberapa efektif pemberian imunisasi pasif dalam melindungi pasien kanker dari risiko COVID-19? Antibodi monoklonal (mAbs) sendiri yaitu suatu protein yang dibuat di Laboratorium yang bertindak seperti antibodi manusia pada umumnya dalam sistem kekebalan tubuh.
Cara kerjanya dengan menargetkan Spike Protein Virus COVID-19 sebagai pencegahan (Pre exposure Prohylaxis/PrEP) terhadap Infeksi SARS-CoV-26. Sebuah penelitian menunjukkan antibodi monoklonal bekerja cukup efektif dalam mencegah risiko COVID-19 pada kelompok rentan, salah satunya penderita kanker.
"Di sisi lain, antibodi monoklonal dapat memberikan perlindungan jangka panjang hingga 6 bulan dan efektif melawan virus SARS Cov-2 yang telah bermutasi," terangnya.
Sementara itu, Pendiri dan Ketua Cancer Information and Support Center (CISC) Aryanthi Baramuli Putri menjelaskan pasien kanker tak bisa jika hanya mengandalkan vaksin dan antibodi monoklonal. Mereka tetap diimbau untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Yakni menjaga jarak, mencuci tangan, dan menggunakan masker. Apabila dibutuhkan, CISC juga senantiasa hadir untuk memberikan dukungan dan menyediakan informasi terkait pasien kanker dalam melindungi diri dari COVID-19," tuturnya.
Simak Video "Berikut Kebiasaan yang Dapat Memicu Kanker"
[Gambas:Video 20detik]
(prf/ega)