Stunting adalah salah satu jenis malnutrisi yang ditandai dengan tinggi badan di bawah rata-rata. Dikutip dari laman resmi World Health Organization (WHO), malnutrisi mengacu pada kekurangan, kelebihan, atau ketidakseimbangan nutrisi seseorang. Istilah ini dibagi menjadi tiga kelompok besar, antara lain:
- Kekurangan gizi yang meliputi wasting (berat badan lebih rendah dibanding tinggi badan), stunting (tinggi badan rendah tidak sesuai umur), dan kurus (berat badan rendah di bawah standar).
- Malnutrisi terkait mikronutrien karena defisiensi (kekurangan vitamin dan mineral) atau kelebihan mikronutrien
- Kelebihan berat badan dan obesitas
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu mengatakan prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 telah menurun jadi 21,6 persen. Persentase ini telah berkurang tiga persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Meski begitu, kasus masih dinilai sangat besar.
"Stunting ini dulu diukurnya setiap lima tahun sekali, makanya progresnya susah. Kami untuk mengejar target 2024 harus 14 persen, sejak 2021 kita ukur setiap tahun untuk bisa memberi feedback," papar Menkes dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (24/1/2023).
Stunting adalah istilah dalam kedokteran untuk menggambarkan kondisi pertumbuhan anak yang terhambat karena kekurangan gizi atau kesehatan yang buruk. Karenanya, kondisi ini kerap jadi indikator utama malnutrisi pada anak.
Tidak hanya sebatas gangguan gizi, stunting juga memengaruhi perkembangan fisik dan kognitif seumur hidup. Hal ini berdampak pada kemampuan mental dan belajar anak kurang maksimal.
Bahkan, ketika buah hati telah duduk di bangku sekolah, prestasi belajarnya cenderung buruk dibandingkan anak lainnya. Efek jangka panjang stunting adalah meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, hingga kematian akibat infeksi berulang.
Sekitar 45 persen kematian anak di bawah usia lima tahun disebabkan oleh masalah tersebut dengan kasus terbesarnya kerap terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Penyebab Stunting
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut stunting dapat dipicu oleh faktor genetik dan lingkungan karena status gizi ibu yang buruk dan kebersihan tempat tinggal yang tidak terawat penyebab penyakit. Selain kedua faktor tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menambahkan kondisi jangka panjang yang berhubungan dengan stunting, di antaranya:
- Kekurangan gizi kronis
- Gangguan pertumbuhan janin
- Kebutuhan protein tidak tercukupi sesuai proporsi total kalori
- Adanya perubahan hormon akibat stres
- Awal kehidupannya, anak sering mengalami infeksi
Gejala Stunting
Kondisi stunting dapat dilihat dari 1000 hari awal kehidupan anak. Sebab hingga usianya dua tahun, anak-anak rentan mengalami gangguan pertumbuhan, terutama tinggi badan tidak normal.
Selain perawakan yang tidak normal, tanda-tanda stunting adalah:
1. Pertumbuhan Melambat
Ketidakmampuan perkembangan anak mencapai kecepatan normal seusianya tergolong gangguan pertumbuhan. Tidak hanya tinggi, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan gigi dan tulang yang tidak signifikan, bentuk wajah yang tidak sesuai dengan anak lainnya, serta gangguan neurologis.
2. Pemalu
Seiring waktu, gangguan neurologis menurunkan fungsi memori dan fokus anak ketika belajar. Tidak jarang sulit konsentrasi juga berpengaruh pada cara berkomunikasi. Karenanya, anak berumur 8-10 tahun pengidap stunting tampak lebih pendiam dan pemalu sehingga tak banyak interaksi yang ia lakukan dengan lingkungan di sekitarnya.
3. Berat Badan Menurun
Berat badan yang stag atau malah menurun juga termasuk stunting. Gejala ini biasanya disebabkan oleh kalori yang terbakar dengan mudah, tidak menyantap makanan sehat, atau rendahnya metabolisme tubuh. Akibatnya, anak mudah sakit dan keterlambatan masa pubertas bagi perempuan.
Pencegahan Stunting
Agar sang buah hati terhindar dari stunting, pemenuhan kebutuhan dasarnya harus dioptimalkan, seperti nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi. Terlebih, protein hewani berperan penting dalam pemenuhan gizi anak.
Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding hanya 7,5 persen. Anak berumur 6-12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan, sedangkan satu hingga tiga tahun 1,05 g/kg berat badan.
Meski daging mengadung protein hewani terbanyak, masyarakat bisa memilih alternatif lain, misalnya telur, ikan, dan ayam sehingga lebih murah. Pencegahan stunting pun perlu dilakukan ketika anak masih di dalam kandungan dengan cara:
- Memeriksakan kandungan minimal empat kali
- Mengonsumsi pola makanan yang bergizi, terutama tinggi protein
- Rutin meminum tablet penambah darah
- Hindari kebiasaan yang dapat mengganggu janin, seperti merokok, konsumsi alkohol, stres, dan melakukan pekerjaan berat
Bisa disimpulkan kalau stunting adalah dampak dari ketidaksadaran orang tua terhadap pemenuhan gizi anak. Dengan demikian, asupan empat sehat lima sempurna serta perilaku hidup bersih harus diterapkan sejak dini supaya anak terhindar dari bahaya stunting.
Simak Video "Stunting di Indonesia Kini Turun Menjadi 21,6%"
[Gambas:Video 20detik]
(suc/suc)