Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) memeriksa tujuh sampel yang diambil dari kasus baru gagal ginjal akut DKI Jakarta, termasuk bahan baku yang dipakai di obat yang sempat dikonsumsi. Ditemukannya, obat tersebut aman alias tidak memiliki cemaran etilen glikol dan dietilen glikol di luar ambang batas aman.
Temuan lain diungkap Labkesda DKI, yakni jejak etilen glikol dan dietilen glikol pada darah pasien. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin rencananya bakal melakukan uji pembanding untuk memastikan penyebab gagal ginjal akut di kasus baru.
Pakar farmasi Prof Zullies Ikawati dari Universitas Gadjah Muda menyebut investigasi lebih lanjut masih diperlukan. Jika BPOM sudah menyatakan obat sirup aman, bukan tidak mungkin pemicu EG DEG di sampel darah pasien tak berasal dari obat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika sirup obat dinyatakan aman tetapi katanya di darahnya terkandung positif DEG (katakanlah data ini valid), maka dari mana asalnya? Makanan. Beberapa bahan baku yang berpotensi mengandung cemaran EG atau DEG adalah sorbitol, polietilen glikol, propilen glikol dan gliserol," sambung Prof Zullies dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Jumat (10/2/2023).
"Bahan-bahan ini juga cukup banyak dijumpai pada produk pangan, terutama pangan olahan. Jadi memang semua bahan baku yang mungkin bisa menjadi sumber cemaran EG/DEG perlu mendapatkan perhatian dan pemeriksaan khusus," sambung dia.
Intinya, semua produk yang menggunakan bahan pelarut memiliki risiko serupa cemaran EG DEG di luar ambang batas aman. Mencegah kasus serupa, Prof Zullies menyarankan ke depan larutan keduanya perlu diberi warna lain.
"Sehingga mengurangi potensi dicampurkan atau dioplos dengan bahan baku yg mestinya aman. Seperti metanol yang diberi warna biru menjadi spiritus," kata dia.
Seperti diketahui, gagal ginjal akut bukanlah penyakit baru. Bisa dipicu oleh beragam faktor, baik dari riwayat sakit pasien hingga faktor eksternal.
Faktor internal pasien bisa meliputi penyakit yang diderita sebelumnya, riwayat penyakit bawaan, sifat sensitivitas pasien/alergi, infeksi, status nutrisi, dan lain-lain. Sementara faktor eksternal bisa berasal dari paparan obat, makanan, toksikan tertentu, logam berat, dan lain-lain.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dr Siti Nadia Tarmizi menyebut uji pembanding masih menunggu pendalaman lebih lanjut dengan para ahli dan BPOM RI. Belum bisa dipastikan kapan hasilnya dapat diketahui dan dirilis ke publik.
"Ditunggu ya, para ahli dan BPOM masih mengkaji parameter perhitungannya," jelas Nadia saat dihubungi Jumat (10/2).
(naf/vyp)











































