Kementerian Hukum Jepang menaikkan batas usia legal berhubungan seksual dari 13 tahun menjadi 16 tahun. Diketahui, usia legal di Jepang ini adalah salah satu yang terendah di dunia.
Perubahan undang-undang dipicu kritik bahwa adanya kegagalan dalam melindungi anak-anak dari perkosaan dan pelanggaran seksual lainnya. Usia ini tidak berubah sejak 1907, saat hukum pidana diberlakukan.
Di bawah undang-undang saat ini, anak-anak berusia minimal 13 tahun dianggap mampu menyetujui, artinya aktivitas seksual dengan mereka tidak dianggap perkosaan menurut undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada dorongan untuk menaikkannya agar lebih mencerminkan kenyataan, karena eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur semakin menjadi perhatian.
Lalu, kenapa sebelumnya batas legal di Jepang ditetapkan 13 tahun?
Selama ini ada alasan di balik undang-undang Jepang menetapkan usia legal 13 tahun.
Dikutip dari The Healthy Journal, alasannya karena undang-undang itu dibuat hampir 120 tahun yang lalu. Pada masa itu, harapan hidup rata-rata orang di Jepang kurang dari 50 tahun.
Selain itu, usia menikah yang sah adalah 15 tahun pada saat itu. Karenanya usia 13 tahun, yaitu dua tahun lebih muda dari 15 tahun, dianggap masuk akal sebagai usia persetujuan.
Selain Jepang, dikutip dari World Population Review Nigeria juga menetapkan usia legal di 13 tahun. Namun, masih ada negara dengan usia legal terendah, yakni Angola dan Filipina dengan menetapkan usia legal 12 tahun.
Saat ini, Jepang memiliki usia persetujuan terendah di negara-negara maju, karena anak-anak berusia 13 tahun dianggap cukup umur untuk memberikan persetujuan yang juga berarti aktivitas seksual dengan mereka tidak dianggap sebagai perkosaan menurut undang-undang.
Namun, hubungan seksual dengan orang di bawah 13 tahun adalah ilegal terlepas dari persetujuannya, sementara hubungan seksual dengan orang berusia 13 hingga 15 tahun akan dihukum jika pelakunya berusia lima tahun atau lebih, sesuai hukum Jepang.
Dalam praktiknya, ada beberapa daerah di negara telah melarang tindakan 'cabul' dengan anak di bawah umur yang merupakan hal yang paling dekat dengan usia 18 tahun di Jepang. Namun, mereka tidak mengarah pada hukuman yang keras dan hukuman yang jauh lebih ringan daripada tuduhan pemerkosaan.
"Sementara juga menyebut hubungan seks dengan anak-anak sebagai tindakan tidak etis sebagai lawan dari kejahatan," kata Kazuna Kanajiri, seorang aktivis yang berjuang melawan pornografi dan eksploitasi seksual, kepada AFP.
Kepala kelompok PAPS yang berbasis di Tokyo juga mengatakan bahwa undang-undang saat ini memberikan ruang bagi pelaku untuk mengalihkan kesalahan kepada para korban, dan berargumen bahwa seks dinikmati oleh anak-anak.
Selain itu, karena usia persetujuan rendah, itu juga berarti remaja yang selamat dari perkosaan ditahan pada tingkat yang sama untuk menuntut pelaku seperti halnya orang dewasa. Menurut hukum pidana Jepang saat ini, korban harus memenuhi dua syarat, untuk mendapatkan hukuman.
(sao/naf)











































