Berawal dari cuitan Presiden RI Joko Widodo perihal setiap tahun ada dua juta warga RI berobat ke luar negeri, kini sejumlah warga ikut menyuarakan alasan mereka memilih berobat ke luar negeri dibandingkan mengandalkan rumah sakit di dalam negeri. Sebenarnya, apa sih yang bikin warga RI sampai harus jauh-jauh berobat ke luar negeri?
Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia sebenarnya tidak kalah baik dibandingkan pengobatan negara lain. Namun memang, banyak rumah sakit di Indonesia masih kurang ramah terhadap pasien.
"Sebetulnya itu bukan masalah sulit. Kita secara struktur, suplainya, alatnya itu cukup menurut saya untuk berkompetisi. Satu saja yang kalah adalah keramahtamahan dan ketelitian. Itu saja. Tapi secara umum kita nggak kalah," ungkapnya saat ditemui detikcom di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada Penyakit yang Tidak Bisa Ditangani oleh RS di Indonesia?
Menurut Prof Ghufron, sebenarnya semua penyakit sudah bisa ditangani di Indonesia. Walhasil, kendala kurangnya kemampuan dokter di Indonesia terhadap penyakit tertentu umumnya tak menjadi alasan warga RI berobat ke negara lain.
Bahkan ada kasus, warga Indonesia tidak mendapatkan penanganan tepat di rumah sakit luar negeri. Pasien tersebut pulang kembali ke Indonesia dan malah mendapatkan pengobatan yang sesuai di negara sendiri.
"Umumnya kita semua sudah bisa. Indonesia hampir semua yang pergi ke luar negeri itu bisa kita tangani. Bahkan ada beberapa yang sudah ke Singapura, contohnya operasi hepar. Akhirnya kembali ke kita dan kita tangani bisa. Di sana nggak sembuh," beber Prof Ghufron.
NEXT: Banyak warga berobat sekalian berlibur
Tak melulu karena kualitas dokter dan rumah sakit, Prof Ghufron menjelaskan, pada beberapa kasus warga Indonesia sengaja berobat ke luar negeri karena sekalian ingin jalan-jalan.
"Kadang di daerah tertentu yang dekat perbatasan luar negeri itu mereka ingin entah wisata, dengan keluarganya. Jadi tidak semata-mata kesehatan. Kita tentu masyarakat kita menginginkan kepastian. Bahwa ini pasien habisnya berapa. Padahal kalau BPJS pasti tidak bayar," pungkas Prof Ghufron.











































