RUU Kesehatan Omnibus Law membuka sederet polemik kesehatan termasuk soal rebutan lahan praktik. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku heran lantaran beberapa dokter kerap meributkan wewenang masing-masing berdasarkan jenis spesialis yang diemban.
Misalnya saja, proses pemeriksaan seperti USG di puskesmas. Hal 'sesimpel' melihat jenis kelamin bayi melalui USG, disebutnya tak bisa sembarangan dilakukan dokter.
"Aku kasih contoh lah misalnya USG, USG (jenis kelamin bayi) laki-laki, perempuan bisa periksa nggak? Oh kita bisa Pak, cuma takut, Pak. 'Sama IDI bukan? Bukan sama IDI sih'. Kenapa? Karena bukan kompetensi kita," sebut Menkes dalam public hearing bersama IDI dan PDGI, Jumat (17/3/2023).
"Aku tanya kan ke dokternya, memang nggak bisa lihat ini laki-laki atau perempuan? Oh bisa sih Pak, cuman kita takut. I think that is the wrong attitude, kenapa sih hanya untuk dokter umum yang 10 ribu ada di puskesmas mesti bawa dokter spesialis whatever apa itu, spesialis anak, spesialis obgyn, atau radiolog untuk lihat," sesalnya.
Menkes menyayangkan masih banyak dokter yang malah sibuk berebut lahan praktik, alih-alih mengedepankan kebutuhan masyarakat. Menkes meminta ke depan tidak ada lagi polemik yang sama, lantaran dinilai menghambat pelayanan kesehatan.
Kenyataan ini menurut Menkes dibarengi dengan fakta sulitnya menjadi dokter spesialis di Indonesia. Bukan soal perkara izin yang ruwet, tetapi biaya yang dikeluarkan amat mahal.
"Kalau saya bilang, Bapak, Ibu jadi dokter spesialis sekarang sangat mahal dan sangat sulit. Nggak pernah ada dokter yang bilang masuk dokter spesialis itu murah dan gampang. Aku tanya 100 dokter 200 dokter yang jawab bahwa ini sulit dan mahal, aku kasih contoh ke dr Dante memang dokter spesialis kita berapa lulusannya? Rata-rata 10 tahun terakhir 2.900, jadi kalau 4 tahun jalan, at the same time 12 ribu untuk 270 juta populasi," sebutnya.
Berbanding terbalik dengan dokter spesialis berbasis hospital based di Royal London Hospital Medical College, yang bisa memproduksi 60 ribu dalam waktu yang sama. Menurut Menkes, jelas ada masalah dengan sistem kesehatan yang ada saat ini, sehingga perlu reformasi melalui RUU Kesehatan Omnibus Law.
Jika masih mengacu university based, Menkes meyakini akan sulit untuk memproduksi jumlah dokter dalam waktu singkat dengan jumlah yang diharapkan. Persoalannya balik lagi ke mahalnya biaya untuk jadi dokter spesialis.
"Dan saya bilang, nggak ada di seluruh dunia dokter spesialis bayar uang kuliah ke FK, whatever you argue ya, kenapa sih dr spesialis bayar uang kuliah ke FK? di seluruh dunia dokter spesialis dibayar, please explain to me," tuturnya.
Hal yang kemudian dikhawatirkan sejumlah pihak menurut Menkes adalah kualitas lulusan dokter yang menurun. Bagaimana jika nantinya banyak tenaga dokter yang kemudian melakukan malpraktik lantaran tak dibekali ilmu cukup semasa pendidikan dokter spesialis.
"That is not answering my question, the question is kenapa Indonesia jadi satu-satunya negara di dunia yang dokter spesialis mesti bayar uang kuliah ke FK, di negara lain dokter spesialis dibayar, itu yang menyebabkan jadi mahal," katanya.
Ia meminta banyak pihak untuk memahami alasan di balik pemilihan pemerintah untuk mengikuti arah sistem pendidikan seperti negara maju yakni melalui hospital based.
Simak Video "Janji Menkes Budi Sebelum Turun dari Jabatannya "
[Gambas:Video 20detik]
(naf/up)