Kemenkes Buka-bukaan soal Dokter RI Susah Dapat Izin Praktik, Begini Kata IDI

Round Up

Kemenkes Buka-bukaan soal Dokter RI Susah Dapat Izin Praktik, Begini Kata IDI

Charina Elliani - detikHealth
Sabtu, 18 Mar 2023 06:30 WIB
Kemenkes Buka-bukaan soal Dokter RI Susah Dapat Izin Praktik, Begini Kata IDI
Kemenkes buka-bukaan soal dokter di RI sudah dapat izin praktik. (Foto ilustrasi: Infografis detikcom)
Jakarta -

Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono menyinggung sejumlah alasan yang membuat dokter di Indonesia sulit untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP).

Menurutnya, pengurusan SIP menjadi tantangan karena faktor biaya yang tidak murah. Ditambah lagi, dokter juga membutuhkan banyak rekomendasi untuk mendapatkan atau memperpanjang izin praktik.

"Butuh 6 juta untuk 1 dokter spesialis. Bayangkan kalau ada 77 ribu dokter spesialis, maka ada setriliun untuk perizinan saja di dokter spesialis," ungkapnya dalam Diskusi Liputan Forum Industri tentang RUU Kesehatan, Kamis (16/3/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini harus direformasi, harus diubah sehingga surat izin dokter untuk mengurus perpanjangan Surat Izin Praktik (SIP) menjadi lebih mudah," lanjutnya.

Ia juga menekankan bahwa jumlah dokter spesialis di Indonesia adalah salah satu aspek transformasi yang dimuat dalam RUU Kesehatan. Dibutuhkan perubahan sistem pendidikan kedokteran spesialis di Indonesia demi memenuhi jumlah dokter spesialis yang sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Salah satu reformasi yang harus dilakukan adalah meningkatkan jumlah kuota penerimaan dokter yang belajar di perguruan tinggi dan membuat dokter yang cukup untuk pelayanan masyarakat," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa hingga kini hanya ada sekitar 77 ribu dokter spesialis untuk 280 juta jiwa penduduk di Indonesia. Artinya, hanya ada 0,23 dokter spesialis untuk seribu penduduk di Indonesia.

"Melihat pemetaan di Indonesia itu harusnya 1,46 per seribu penduduk. Kenapa? Karena jumlah dokter spesialis yang dihasilkan dalam lulusan perguruan tinggi terbatas," sambung Wamenkes.

Dalam upaya menangani permasalahan ini, Wamenkes mengatakan bahwa nantinya rumah sakit akan turut ambil andil dalam membantu pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Hal ini turut disertai dengan simplifikasi proses pembuatan dan perpanjangan Surat Izin Praktik yang selama ini dinilai berbelit.

"Dalam rancangan RUU Kesehatan nanti, salah satunya adalah menyisir soal ini, soal bagaimana kita melakukan perubahan pendidikan kedokteran spesialis di Indonesia. Yang tadinya murni pada university base, akan diubah kombinasi antara university base dan college base," ungkapnya.

"Jadi rumah sakit bisa memberikan pendidikan untuk mencetak dokter spesialis. Berdasarkan atas ketentuan-ketentuan yang ada," pungkas Wamenkes.

NEXT: IDI Buka Suara

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi SpOT menegaskan pihaknya tidak memungut biaya besar dalam proses rekomendasi sebagai syarat surat izin praktik (SIP). dr Adib mengaku biaya besaran iuran per bulan hanya berkisar Rp 30 ribu.

"Kalau ini nggak saya jawab nanti kesannya IDI sebagai lembaga masyarakat yang non formal menghimpun uang lebih besar, tadi saya sudah koordinasikan juga dengan pak Wamen karena ada statement dari pak Wamen juga, ini saya ingin mengklarifikasi saja bahwa angka yang kemarin disampaikan di media," tutur dr Adib dalam Public Hearing RUU Kesehatan Kamis (17/3/2023).

"Iuran IDI itu 30 ribu per bulan, 12 bulan kali lima tahun, 1,8 juta per lima tahun, di iuran IDI artinya ini adalah sebuah hal yang normal di dalam lembaga masyarakat menghimpun adanya iuran," paparnya lebih lanjut.

Ia juga menjelaskan bahwa di IDI terdapat biaya lain, seperti KTA IDI elektronik sebesar Rp 30 ribu dan biaya surat rekomendasi sebagai salah satu persyaratan seharga Rp 100 ribu.

IDI menekankan selama ini belum pernah menerima anggaran dari pemerintah seperti yang tertuang dalam UU Praktik Kedokteran No. 24. Pihaknya juga sempat berkomunikasi dengan Kementerian Sekretariat Negara mengenai persoalan anggaran tersebut, tetapi memang tidak bisa mendapat bagian anggaran negara.

dr Adib juga membeberkan bahwa IDI rutin melakukan audit yang didatangkan dari pihak eksternal. Hasil dari audit tersebut kemudian hasilnya disampaikan kepada para anggota. Laporan juga turut disampaikan dalam Muktamar yang rutin dilakukan selama tiga tahun.

"Ini mengklarifikasi supaya kita sampaikan tidak ada kesan IDI menghimpun dana begitu besar," pungkasnya.

Halaman 3 dari 2
(vyp/vyp)

Berita Terkait