Kementerian Kesehatan Ri mengusulkan surat tanda registrasi (STR) dokter diubah menjadi berlaku seumur hidup melalui RUU Kesehatan Omnibus Law, dari semula perlu diperbarui selama lima tahun. Kebijakan ini dimaksud untuk mempermudah produksi dokter di tengah kekurangan 30 ribu SDM jika mengacu pada standar ideal organisasi kesehatan dunia WHO, yakni satu per seribu populasi.
Muncul kekhawatiran kemudahan ini malah menjadi jalan 'mulus' bagi dokter abal-abal. Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya angkat bicara.
"Jadi tidak benar isu yang beredar jika STR seumur hidup akan menyuburkan praktek dokter dukun atau dokter tremor atau dokter abal-abal karena mereka tetap diwajibkan mendapatkan sertifikat kompetensi melalui pemenuhan satuan kredit profesi (SKP) seperti praktik yang terjadi saat ini. Jadi kualitas mereka tetap terjaga. Bedanya sertifikat kompetensi nantinya akan melekat dalam perpanjangan SIP yang berlaku setiap 5 tahun," tuturnya, dikutip dari keterangan resmi Kemenkes RI, Minggu (2/4/2023).
"Jadi nanti yang diperpanjang cukup SIP saja. Tujuan dari penyederhanaan perizinan ini adalah agar dokter dan tenaga kesehatan tidak banyak dibebani sehingga mereka bisa tenang menjalankan tugas mulia mereka," kata Arianti.
Lebih lanjut, Arianti menekankan pemenuhan SKP sebagai syarat terbit surat izin praktik ke depan bakal dibuat transparan. Catatan masing-masing dokter dalam pengumpulan SKP terdata di sistem informasi (SI) yang dibuat pemerintah pusat.
SKP yang bisa didapat melalui pertemuan ilmiah baik webinar maupun kegiatan lainnya, selama ini tidak seragam. Ada beberapa di antaranya yang berbayar hingga jutaan rupiah untuk mendapatkan sedikitnya empat SKP, adapula beberapa webinar gratis.
Pemerintah ingin melakukan standarisasi terkait ketidakseragaman tersebut, menetapkan rata-rata biaya yang dikeluarkan, hingga kemudahan akses pelatihan dan memperbanyak seminar gratis.
Simak Video "Video: KKI Minta Faskes Awasi Kondisi Dokter Residen yang Bertugas"
(naf/naf)