Ratusan Sekolah di Jepang Tutup gegara Populasinya Anjlok

Round Up

Ratusan Sekolah di Jepang Tutup gegara Populasinya Anjlok

Dinda Zahra Ghaisani Usdi - detikHealth
Selasa, 04 Apr 2023 06:00 WIB
Ratusan Sekolah di Jepang Tutup gegara Populasinya Anjlok
Ilustrasi siswa sekolah di Jepang. (Foto: Hans Henricus B.S Aron)
Jakarta -

Langkah kaki Eita Sato dan Aoi Hoshi bergema di aula yang pernah ramai dan ribut dengan siswa. Keduanya adalah satu-satunya lulusan SMP Yumoto di bagian pegunungan Jepang Utara dan terakhir. Sekolah berusia 76 tahun itu akan menutup pintunya untuk selamanya ketika tahun ajaran berakhir pada Jumat (31/3).

"Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut," sebut Eita kepada Reuters.

Sekolah Yumoto yang terletak di pusat distrik ini memiliki 50 lulusan per tahun selama masa kejayaannya di tahun 1960-an. Foto-foto setiap kelulusan tergantung di dekat pintu masuk, dari foto hitam putih hingga menjadi berwarna dengan jumlah siswa yang terlihat dan tiba-tiba menurun dari sekitar tahun 2000.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eita dan Aoi, bersama-sama sejak umur tiga, berada di kelas berisi lima orang sampai sekolah dasar, tetapi hanya dua yang melanjutkan di Yumoto.

Bukan hanya SMP Yumoto, menurut data pemerintah, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun, antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9 ribu sekolah menutup pintu mereka selamanya sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda.

ADVERTISEMENT

Buntut Populasi Anjlok

Angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan. Penutupan sekolah meningkat di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima.

Perdana Menteri Fumio Kishida menyebut pihaknya menempatkan prioritas tertinggi pada upaya mengatasi anjloknya angka kelahiran. Pasalnya ia memprediksi pada 2030 mendatang, jumlah anak muda di Jepang hanya akan ada setengah dari jumlah saat ini.

"Pada tahun 2030-an, populasi muda di Jepang akan menurun dua kali lipat dari angka saat ini. Enam hingga tujuh tahun ke depan akan menjadi kesempatan terakhir untuk membalikkan angka kelahiran yang menurun," ungkap Kishida.

Diketahui, jumlah bayi yang lahir di Jepang pada 2022 turun ke rekor terendah baru selama tujuh tahun berturut-turut, mencapai di bawah 800 ribu kelahiran untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada 1899.

Anjloknya kelahiran ini tiba delapan tahun lebih awal dari yang diharapkan, memberikan pukulan telak bagi sekolah umum yang lebih kecil yang seringkali menjadi jantung kota dan pedesaan.

Kishida telah menjanjikan 'langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya' untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran terkait kebijakan anak dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan menjadi sangat penting.

Kemungkinan Pemicu Turunnya Populasi

1. Berkurangnya kemampuan romantis

Narise Ishida, anggota Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang menyebutkan bahwa penurunan angka kelahiran juga dipicu oleh masalah percintaan dalam masyarakat Jepang.

"Angka kelahiran tidak menurun karena biaya untuk memiliki anak. Masalahnya, asmara sudah menjadi hal yang tabu sebelum menikah," kata Ishida dikutip dari Firstpost, Minggu (26/3).

Untuk mengatasi hal ini, ia menyarankan pemerintah melakukan survei untuk mengetahui 'kemampuan romantis' masyarakat pada pertemuan pemerintah daerah.

Pernyataan Ishida didukung oleh fakta bahwa Jepang sebagian besar masih merupakan negara konservatif. Beberapa warga negaranya pun masih enggan untuk menunjukkan rasa sayang kepada pasangannya di hadapan umum.

2. Upah rendah dan sulitnya mencari pekerjaan

Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat dalam memiliki anak. Kurangnya tempat kaum muda dan perempuan untuk bekerja, serta eksodus generasi muda yang tak terbendung untuk mencari pekerjaan membuat masyarakat memilih tidak memiliki anak.

"Upah rendah dan lingkungan kerja yang tidak stabil menjadi penyebab eksodus kaum muda dari pedesaan serta menurunnya motivasi masyarakat untuk memiliki anak," kata peneliti senior di Japan Research Institute, Ltd, Takumi Fujinami, dikutip dari The Japan News, Minggu (26/3).

3. Keengganan wanita Jepang untuk menikah

Sebagian besar wanita Jepang kini tidak menganggap menikah sebagai tujuan hidup. Peningkatan yang pesat dalam peran gender di Jepang menyebabkan kecenderungan wanita muda untuk mendapatkan pekerjaan daripada menikah dan memiliki anak.

Sejak akhir 1980-an, pendaftaran wanita di perguruan tinggi mengalami peningkatan. Pada tahun 2020, angka tersebut mencapai 51 persen. Sementara itu, partisipasi tenaga kerja perempuan usia 25 - 29 tahun meningkat dari 45 persen pada tahun 1970 menjadi 87 persen pada tahun 2020.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Gampang Ditiru! Ini Rahasia Panjang Umur Warga Jepang"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)

Berita Terkait