Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut perang paling banyak memakan korban jiwa bukanlah perang dengan alam maupun manusia, tetapi penyakit menular. Terlebih, banyak warga abai dengan risiko penularan.
"Jika kita lihat dalam sejarah, perang yang paling banyak memakan korban jiwa bukanlah perang dengan alam atau sesama manusia, tetapi perang dengan penyakit khususnya penyakit menular yang disebabkan oleh kelompok makhluk bernama patogen," terang Menkes dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (4/4/2023).
"Bisa berupa virus, bakteri, atau parasit," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain infeksi bakteri dan virus, kematian akibat penyakit tidak menular juga relatif tinggi bahkan menjadi kasus fatal terbanyak. Seringnya, gejala awal yang dikeluhkan masyarakat kerap diabaikan.
Karenanya, pasien sudah di tahap stadium lanjut dan lebih sulit ditangani saat melakukan pengobatan di faskes.
"Masyarakat yang meninggal karena stroke dan kanker jumlahnya lebih banyak daripada penyebab kematian lain, seperti contoh bencana alam ataupun pasukan yang gugur akibat perang," kata Menkes.
Menkes mewanti-wanti masyarakat untuk melakukan pencegahan sebelum terlambat, salah satunya dengan rutin skrining. Pemerintah kini memperbanyak fasilitas skrining atau deteksi dini di fasilitas kesehatan termasuk puskesmas.
"Salah satu upaya preventif mewujudkan sistem ketahanan kesehatan yakni bisa melalui pembangunan fasilitas-fasilitas deteksi kesehatan seperti laboratorium kesehatan masyarakat, laboratorium PCR, dan laboratorium genome sequence," tutur Menkes.
Tantangannya adalah, masih banyak alat kesehatan, obat-obatan, hingga vaksin impor. Berkaca pada kasus pandemi COVID-19, Menkes menyoroti pentingnya kemandirian di kefarmasian.
Misalnya, Indonesia memiliki teknologi vaksin berbasis virus dan protein tetapi belum bisa memproduksi vaksin berbasis vektor, RNA/DNA. Imbasnya, pemenuhan kebutuhan masih bergantung pada negara lain.
"Pentingnya untuk memahami peran obat-obatan dan farmasi bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Karena kita akan sangat bergantung pada industri farmasi apabila di kemudian hari kita menghadapi pandemi lagi," ujar Menkes.
"Kita bertekad untuk membangun pabrik obat-obatan serta kapasitas penelitian dan pengembangannya di Indonesia supaya dapat memenuhi kebutuhan farmasi dalam negeri dan tidak perlu lagi impor," pungkasnya.
(naf/naf)











































