Hingga saat ini, stunting masih menjadi ancaman serius yang menghantui anak-anak Indonesia. Diketahui, prevalensi stunting di tahun 2022 berada di angka 21,6 persen. Jumlah ini menurun dari yang sebelumnya 24,4 persen pada 2021 lalu.
Tidak hanya balita, tetapi usia bayi juga berisiko mengalami stunting bahkan sejak lahir. Data terbaru menunjukkan cukup banyak bayi baru lahir di Indonesia yang sudah mengalami stunting.
"Tapi kalau kita lihat di dalamnya, ternyata bayi-bayi yang lahir di Indonesia, yang stunting sudah 18,5 persen. Jadi hampir 2 di antara 10, panjang badannya sudah tidak sesuai. Jadi masalah kita di masa sebelum lahir," ujar Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maria Endang Sumiwi dikutip dari tayangan program Detik Pagi, Sabtu (15/4/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Endang menekankan pentingnya pemeriksaan kehamilan guna mencegah stunting pada bayi dan anak. Tujuannya agar tumbuh kembang janin dalam kandungan terpantau, dan bila ada masalah pertumbuhan bisa segera terdeteksi.
"Pembenahan yang dilakukan waktu hamil kita benarin pemeriksaan kehamilannya. Kita tingkatkan jadi 6 kali, 2 kali dengan USG dan dokter supaya saat hamil sudah bisa terpantau perlambatan pertumbuhannya. Umur kehamilan berapa, (beratnya) berapa gram," terangnya.
Tidak hanya pada bayi baru lahir, Endang menjelaskan kasus stunting juga meningkat pada bayi usia 6 hingga 24 bulan. Dalam hal ini, maka pencegahan stunting yaitu dengan memastikan kebutuhan gizi bayi terpenuhi lewat pemberian makanan bergizi, terutama sumber protein hewani. Sayangnya, masih banyak orang tua yang belum memahami pemberian pola makan yang optimal.
"6 bulan kan harus ASI eksklusif nih, itu protecting, dia bisa melindungi dari stunting. Setelah 6 bulan ASI saja tidak cukup. Tapi anak-anak harus mendapat makanan pendamping ASI. Jadi sudah diperkenalkan dengan makanan," tuturnya.
Selain itu, Endang juga mendorong skrining kesehatan anak di posyandu. Tujuannya agar kenaikan berat badan anak-anak terpantau, apakah sudah sesuai dengan tingkat usianya atau tidak.
"Posyandu ini penting, jadi skrining di posyandu. Karena ujung tombak kita di posyandu, anak-anak ditimbangnya di posyandu," tuturnya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenkes akan terus memaksimalkan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini memperkuat struktur puskesmas, puskesmas pembantu, dan posyandu. Hal ini diharapkan agar masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan dasar yang baik, sehingga perlahan kasus stunting bisa ikut menurun.
"Dan ini (penguatan pelayanan kesehatan primer) juga masuk di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang baru. Diharapkan dengan RUU Kesehatan yang baru ini kekuatan pelayanan kesehatan primer semakin baik," terangnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan adanya RUU Kesehatan ini tidak hanya berdampak pada penanganan stunting, tapi juga masalah kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Ia pun merinci sejumlah poin yang diperkuat melalui kehadiran aturan tersebut.
"Nomor satu layanan kesehatan primernya kita perkuat. Strukturnya supaya bisa menjangkau masyarakat Indonesia. Kemudian yang kedua upaya promotif dan preventif. Promotif itu supaya masyarakat semakin mandiri nanti. Ada gerakan masyarakat untuk kesehatan. Kemudian preventif itu kita ingin sekali nanti ada banyak upaya deteksi dini yang didapat masyarakat, jadi melalui skrining kesehatan," tukasnya.
(fhs/ega)










































