Kalap Makan Opor saat Lebaran? Begini Kata Dokter Gizi Biar Kolestrol Tak 'Nanjak'

Round Up

Kalap Makan Opor saat Lebaran? Begini Kata Dokter Gizi Biar Kolestrol Tak 'Nanjak'

Vidya Pinandhita - detikHealth
Minggu, 23 Apr 2023 05:00 WIB
Kalap Makan Opor saat Lebaran? Begini Kata Dokter Gizi Biar Kolestrol Tak Nanjak
Ilustrasi opor (Foto: Getty Images/iStockphoto/MielPhotos2008)
Jakarta -

Perayaan Lebaran identik dengan hidangan kaya akan santan mulai dari masakan opor ayam, rendang, hingga gulai-gulaian. Namun seringkali, mereka yang habis kalap menyantap hidangan khas Idul Fitri dihantui ancaman kadar kolesterol meningkat di dalam tubuh.

Ahli gizi masyarakat, dr Tan Shot Yen, meluruskan, sebenarnya santan sama sekali tidak mengandung kolesterol. Pasalnya, kolesterol hanya dihasilkan oleh tubuh secara alami atau dari daging hewani. Sementara santan terbuat dari kelapa, alias bahan nabati dan tidak mengandung kolesterol.

Namun begitu dr Tan mengingatkan, tak berarti makanan kaya akan santan seperti opor dan rendang boleh dimakan dalam jumlah berlebihan. Di samping ancaman naik kolesterol, penting untuk masyarakat memperhatikan asupan lemak jenuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus bisa memisahkan antara yang namanya kolesterol dengan lemak jenuh. Kolesterol itu hanya murni bisa dibuat oleh manusia dan makhluk hidup yang namanya hewan. Jadi tumbuh-tumbuhan itu tidak mungkin membuat kolesterol, termasuk di dalamnya durian, santan, kelapa, itu nggak termasuk," terang dr Tan pada detikcom dalam program e-Life beberapa waktu lalu.

"Jadi lemak jenuhnya ada, tapi tidak mungkin bikin kolesterol Anda naik. Bahwa Anda rutin makan atau minum lemak jenuh, lalu badan Anda punya bahan baku untuk membuat kolesterol naik, itu cerita yang berbeda," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Kepala Nyut-nyutan dan Leher Kencang, Tanda Kolesterol Naik?

Lebih lanjut dr Tan menjelaskan, sebenarnya kadar kolesterol yang naik dalam tubuh tidak akan memicu gejala pada fisik seperti sakit kepala atau leher tegang seperti yang banyak ditakutkan orang. Alih-alih akibat kolesterol, gejala tersebut justru bisa dipicu oleh sejumlah kondisi lain, misalnya tekanan darah tinggi (hipertensi).

"Kolesterol tinggi itu nggak mungkin ada gejala secara fisik. Jadi kalau ada orang mengatakan kepalanya, lehernya kenceng segala macam, cek tensinya. Jangan-jangan tensinya yang naik," ujarnya.

"Jadi hipertensi barangkali bisa membuat gejala buat beberapa orang. Tapi bukan berarti orang yang tidak bergejala artinya tidak punya hipertensi. Jadi hipertensi memang lebih spesifik gejalanya. Tengkuknya kenceng, kepalanya cekot-cekot, bahkan ada yang penglihatannya sedikit berkunang-kunang," pungkas dr Tan.

NEXT: Ingin menurunkan kadar kolesterol, ampuh dengan rajin makan timun?

Tak jarang beredar anggapan di masyarakat, bahwa memakan makanan tertentu seperti timun bisa menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Lantas, benarkah timun bisa menekan kolesterol? Ataukah hanya mitos belaka?

Menurut spesialis gizi klinik, dr Juwalita Surapsari, MGizi, SpGK, konsumsi timun boleh-boleh saja dicoba untuk menurunkan kadar kolesterol. Namun catatannya, jika hal itu tak dibarengi sikap 'ngerem' konsumsi makanan goreng-gorengan, kadar kolesterol dalam tubuh tak bakal berhasil diturunkan.

"Kalau hanya makan timun saja tetapi makanan yang tinggi (kolesterol) tadi tetap dikonsumsi, kayaknya nggak akan banyak efek," jelas dr Juwalita pada detikcom beberapa waktu lalu.

Dalam kesempatan terpisah, spesialis penyakit dalam dari Junior Doctor Network Indonesia, dr Andi Khomeini Takdir Haruni atau yang disapa dr Koko menjelaskan, masih diperlukan pengujian untuk memastikan efektivitas timun dalam menurunkan kadar kolesterol.

"Benar bahwa ada beberapa makanan yang diduga punya khasiat, tapi lagi-lagi itu harus crystal clear dia khasiatnya seperti apa. Apakah menghambat penyerapan lemak atau memang menurunkan kadar lemak dalam darah," ungkapnya pada detikcom.

"Sebaiknya dilakukan uji klinis. Otherwise kalau sayur dan buah-buahan itu makanan yang kaya akan vitamin, mineral, dan serat dan tetap boleh dikonsumsi buat kesehatan," pungkas dr Koko.

Halaman 2 dari 2
(vyp/suc)

Berita Terkait