Produsen mainan Amerika Serikat, Mattel, memperkenalkan boneka Barbie pertama dengan versi yang mewakili orang dengan down syndrome. Dikutip dari BBC, inovasi produk baru ini bertujuan untuk menjadikan boneka tersebut lebih inklusif dan dapat merepresentasikan berbagai kalangan.
"Tujuan kami adalah untuk memungkinkan semua anak dapat melihat diri mereka sendiri di Barbie, di samping itu juga mendorong anak-anak (lainnya) bermain dengan boneka yang tidak terlihat seperti mereka," kata Executive Vice President and Global Head of Barbie & Dolls Mattel dikutip dari Reuters, Kamis (27/4/2023).
Dalam proses pembuatannya, Barbie bekerja sama dengan National Down Syndrome Society (NDSS) di Amerika Serikat untuk memastikan bahwa boneka versi terbarunya ini dapat merepresentasikan down syndrome secara akurat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barbie versi ini memiliki kerangka tubuh yang lebih pendek dengan batang tubuh yang lebih panjang dan bagian wajahnya yang lebih bulat dengan telinga yang kecil, batang hidung yang cenderung pipih, dan bentuk mata menyerupai kacang almon yang dinilai menjadi sejumlah karakteristik umum dari wanita yang memiliki kondisi genetik.
"Telapak tangan boneka itu bahkan memiliki satu garis, karakteristik yang sering diasosiasikan dengan sindrom Down," kata Mattel.
Tak hanya bentuk tubuh dan wajah, baju yang dikenakan juga didesain khusus dengan warna kuning dan biru yang merupakan warna yang diasosiasikan dengan simbol down syndrome.
Selain baju, aksesoris yang digunakan juga disesuaikan dengan kondisi down syndrome. Kalung yang digunakan berbentuk tiga chevron ke atas berwarna merah muda yang menggambarkan tiga salinan kromoson ke-21. Boneka ini juga mengenakan ortotik pergelangan kaki berwarna merah muda yang seringkali digunakan oleh anak dengan down syndrome untuk menyokong kakinya.
Inovasi produk ini bukan dilakukan tanpa alasan. Berikut adalah sejumlah fakta-fakta yang mendorong lahirnya Barbie versi terbaru ini.
1. Bentuk tubuh original boneka Barbie dianggap tidak realistis
Bentuk boneka Barbie yang pertama kali dirilis pada 1959 berbentuk kaki panjang, pinggang yang ramping, dan rambut blonde. Para akademisi dari University of South Australia menganggap bentuk tubuh ini tidak realistis dan kemungkinan seorang wanita untuk bisa memiliki bentuk tubuh yang digambarkan dalam boneka Barbie hanya satu di antara 100.000 wanita.
Berbagai kampanye juga mengkritisi boneka Barbie untuk bisa merepresentasikan bentuk tubuh yang lebih realistis, di antaranya adalah para penyandang disabilitas.
2. Melawan stigma standar kecantikan
Pada 2016, Mattel merilis boneka Barbie dalam bentuk yang lebih beragam, termasuk bentuk tubuh dan tinggi dari boneka yang berbeda-beda. Selain itu, Mattel juga merilis versi Barbie dengan pilihan warna kulit yang lebih beragam untuk menggambarkan berbagai macam etnis yang ada di dunia.
Lisa McKnight, Global Head of Barbie & Dolls di Mattel mengatakan bahwa langkah ini dilakukan dengan harapan boneka Barbie bisa membantu mengajarkan dan meningkatkan empati terhadap keberagaman yang ada di dunia.
Barbie dengan down syndrome ini bukanlah Barbie pertama yang dirilis untuk mewakili para penyandang disabilitas. Sebelumnya, Mattel merilis versi lainnya, seperti boneka dengan kaki prostetik, alat bantu dengar, kursi roda, dan dengan kondisi kulit vitiligo atau kondisi kulit yang kehilangan pigmennya.
"Ini sangat berarti bagi komunitas kami, yang untuk pertama kalinya dapat bermain dengan boneka Barbie yang mirip dengan mereka. Kita tak bisa meremehkan kekuatan representasi. Ini adalah langkah maju yang besar untuk inklusi dan momen yang kami rayakan," ujar Kandi Pickard, presiden NDSS.
3. Tak hanya Mattel, produsen mainan lainnya juga lakukan langkah serupa
Produsen mainan lainnya juga melakukan langkah serupa dan membuat model-model dari mainan mereka lebih inklusif untuk segala kalangan. Pada 2016, Lego merilis figur anak muda dengan kursi roda pertamanya sebagai bentuk partisipasinya dalam kampanye di UK. Kampanye ini dilakukan untuk menciptakan mainan yang mampu merepresentasikan 770.000 anak dengan disabilitas di UK.











































