Maria Apriliani Gani meraih gelar doktor Ilmu Farmasi di usianya yang masih sangat muda yakni 24 tahun. Ia juga dinobatkan sebagai wisudawan terbaik jenjang S3 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) dengan IPK sempurna, 4.00.
Perempuan kelahiran Minahasa, 9 April 1999, ini menuturkan dirinya masuk ke bangku sekolah di usia sangat muda. Ia mengaku tidak pernah duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
"Umur 5 tahun itu udah SD. Terus pas SMA itu ikut akselerasi," ujar Maria dihubungi detikcom, Rabu (7/6/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah lulus SMA, Maria melanjutkan studi S1 di Universitas Sam Ratulangi, Manado. Di sana, ia mulai tertarik dengan dunia penelitian.
Bahkan ia juga sering berpartisipasi dalam berbagai ajang penelitian tingkat bergengsi tingkat nasional, seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Tak ayal jika ia dipercaya oleh dosen untuk melakukan proyek penelitian bersama.
"Dan juga sudah publikasi internasional sejak masih S1," ungkapnya.
Maria berhasil menyandang gelar sarjana dalam waktu 3 tahun 5 bulan. Ia pun melanjutkan studinya dengan beasiswa PMDSU (Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul) di UNAIR.
"Makanya emang sekolahnya cepat, terus ditambah program itu jadi lebih cepat," ujar Maria.
Penelitian Tentang Implan Tulang
Dalam studi doktoralnya, Maria melakukan dan mengembangkan penelitian biomaterial berukuran nanometer untuk aplikasi defek tulang. Penelitiannya bertujuan untuk mengatasi permasalahan mahalnya produk implan tulang impor di Indonesia.
"Soalnya selama ini kan implan tulang impor, terus harganya mahal juga. Jadi kita mau mengembangkan implan tulang yang lebih murah dan efektif juga gitu," kata Maria.
Ia sempat melakukan riset mengenai implan tulang hingga ke luar negeri. Riset itu awalnya dilakukan di Seoul, Korea Selatan, dengan bantuan beasiswa Peningkatan Kualitas Publikasi Ilmiah (PKPI) dari Kemendikbud Ristek. Penelitian tersebut dilakukan di Seoul National University selama 6 bulan.
"Kalau di Korea Selatan itu aku lebih ke uji selnya. Jadi kan ada yang namanya sel tulang osteoblas (sel pembentuk tulang)," tutur Maria.
"Nah aku uji, apakah bahan itu berbahaya nggak untuk sel tulang itu? Kemudian apakah bahan ini bisa menunjang sel tulang itu untuk lebih matang agar pertumbuhan tulangnya lebih bagus?," sambungnya.
NEXT: Lakukan Penelitian di Prancis
Kemudian, Maria juga diamanahi untuk mengerjakan penelitian dengan University of Rennes, Prancis selama 3,5 bulan. Bahkan, Maria juga berkesempatan untuk menerima bantuan mobilitas Séjour Scientifique de Haut Niveau (SSHN) dari Pemerintah Prancis.
"Kalau di Prancis, itu lebih ke pengembangan teknologi," imbuhnya.
Dalam penelitian itu, ia mencoba mengembangkan 3D printing untuk implan gigi berlubang. Menurutnya, gigi yang berlubang memiliki volume dan bentuk yang berbeda dari gigi lainnya.
"Di Prancis, kita mengembangkan 3D printing, yang memungkinkan kita buat bikin implan gigi yang volume dan bentuknya sama persis seperti gigi yang bolong. Jadi, bisa disesuaikan ke kebutuhan masing-masing pasien," lanjutnya.
Di Indonesia, ia kembali mengembangkan risetnya dengan uji klinis terhadap hewan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa implan tulang yang ditelitinya aman dan efektif sebelum diaplikasikan ke manusia.
Maria menyebut, kendala yang dialami ketika melakukan riset ke luar negeri adalah perbedaan budaya. Namun, akhirnya ia bisa melewati itu semua. Di sisi lain, ia merasa bersyukur karena memperoleh ilmu dan pengalaman baru.
"Di sana saya bisa mengenal teknologi-teknologi baru yang belum ada di Indonesia. Saya juga banyak belajar mengenai kultur positif dan beberapa di antaranya saya terapkan di Indonesia," ungkapnya.
Gelar Doktor Sebagai Kado Ulang Tahun
Maria menganggap gelar doktor yang diraih merupakan kado ulang tahunnya ke-24. Terlebih, ia juga mendaftarkan namanya ke Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai doktor termuda di Indonesia. Tetapi, pihak MURI masih memproses permohonan tersebut sehingga rekor itu belum diraihnya.
"Lima hari setelah berulang tahun yang ke-24, saya diyudisium sebagai doktor baru di bidang Ilmu Farmasi. Saya sangat senang karena ini menjadi kado ulang tahun saya yang ke-24," ucapnya.
Rasa cintanya di dunia penelitian membuat dirinya memiliki cita-cita jangka panjang sebagai dosen. Sementara, dalam jangka pendek ia ingin menjadi peneliti.
"Tapi kalau ada peluang langsung jadi dosen juga nggak papa. Kerja di industri juga nggak papa," ujar Maria.
"Lebih ke melihat peluang sih. Cuma pengennya dosen untuk jangka panjang," pungkasnya.
Simak Video "Video Reaksi Trump saat Eksekutif Farmasi Pingsan di Momen Konpers"
[Gambas:Video 20detik]
(hnu/suc)











































