Pemerintah Jepang resmi menaikkan usia batas legal berhubungan intim dari 13 tahun menjadi 16 tahun. Hal ini merupakan bagian dari perombakan hukum Jepang yang lebih luas tentang kejahatan seksual.
Pemeriksaan ulang undang-undang kejahatan seks terjadi setelah demonstrasi yang meluas pada tahun 2019 menyusul sejumlah pembebasan. Satu kasus melihat seorang pria bebas setelah dituduh berhubungan seks dengan putrinya yang masih remaja, meskipun pengadilan setuju bahwa itu bertentangan dengan keinginannya.
Dilaporkan Kyodo News, RUU yang disahkan pada Jumat (16/6) berisi daftar contoh penuntutan perkosaan dapat dilakukan. Hal tersebut termasuk saat korban berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan, ketakutan, dan pelaku mengambil keuntungan dari status sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu reformasi terbesar yang disahkan dalam UU tersebut adalah mengubah bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan pemerkosaan untuk memasukkan penekanan yang lebih besar pada konsep persetujuan.
Pemerkosaan sebelumnya didefinisikan sebagai "hubungan seksual paksa" yang dilakukan "melalui penyerangan atau intimidasi", termasuk dengan memanfaatkan "keadaan tidak sadar atau ketidakmampuan korban untuk melawan".
Undang-undang sebelumnya juga mewajibkan bukti "niat untuk melawan".
Langkah tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran atas ketidakkonsistenan dalam putusan yang dicapai oleh pengadilan dan otoritas investigasi dalam serangkaian kasus pelanggaran seksual, yang menyebabkan para pendukung korban dalam kasus tersebut menyerukan reformasi hukum.
Sementara perubahan akan membuat hubungan seksual dengan seseorang di bawah 16 tahun menjadi ilegal terlepas dari persetujuan, pengecualian akan dibuat untuk kasus di mana individu berusia 13 hingga 15 tahun melakukan hubungan suka sama suka dengan orang yang kurang dari lima tahun lebih tua dari mereka.
Jika seorang korban berusia di bawah 18 tahun, undang-undang pembatasan tidak akan dimulai sampai korban berusia 18 tahun, atau usia dewasa yang sah di Jepang.
Lebih lanjut, akan ada kriminalisasi baru berupa upskirting dan pengambilan gambar alat kelamin, bokong, atau payudara orang tanpa persetujuan orang berarti pelakunya dapat menghadapi hukuman penjara hingga tiga tahun atau denda hingga 3 juta yen (Rp 316 juta).











































