Sekitar 14,4 persen di Jepang mencatat kasus para ibu ditolak perawatannya setelah melahirkan. Hal itu diungkapkan oleh survei baru-baru ini, yang menggarisbawahi urgensi Jepang untuk meningkatkan kembali angka kelahiran yang kini anjlok lantaran banyak warga enggan memiliki anak.
Survei ini ditugaskan oleh pemerintah dan dilakukan oleh Nomura Research Institute. Ditemukannya, tingkat penolakan dengan alasan termasuk kekurangan fasilitas perawatan bahkan lebih tinggi di kota dengan populasi 200.000 atau lebih sebesar 43,0 persen.
Pada 2022, jumlah bayi lahir di Jepang menurun hingga mencapai di bawah 800.000. Dengan angka tersebut, untuk pertama kalinya angka kelahiran di Jepang tercatat anjlok sejak pencatatan dimulai pada 1899. Perdana Menteri Fumio Kishida kemudian menetapkan perluasan layanan perawatan pasca persalinan sebagai salah satu upaya memperbaiki anjloknya angka kelahiran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam survei terbaru ini, sebanyak 31,1 persen responden mengaku mereka ditolak untuk menjalani perawatan karena fasilitas untuk mereka sudah terisi penuh. Selain itu, ada juga ibu yang mengaku berusaha menggunakan layanan tersebut demi beristirahat atau meminta orang lain menjaga anak-anak mereka.
Survei dilakukan pada September dan Oktober dengan target 1.741 kota, kelurahan, kota kecil dan desa. Sebanyak 1.183 kota atau 67,9 persen di antaranya memberikan jawaban yang valid.
Sekitar 90 persen kotamadya menawarkan layanan perawatan pasca persalinan. Dalam layanan tersebut, bidan dan spesialis lainnya memberikan bimbingan menyusui dan nasihat pengasuhan anak untuk meringankan beban fisik dan mental perempuan setelah melahirkan.
Survei tersebut juga menemukan sekitar 54,5 persen pemerintah kota menetapkan persyaratan bagi penduduk yang ingin menggunakan layanan tersebut. Misalnya, pengguna harus dalam kondisi memiliki penyakit mental atau fisik, sejalan dengan pedoman pemerintah pusat saat ini yang menginstruksikan otoritas lokal untuk memberikan layanan kepada mereka yang lebih membutuhkan.
Badan Anak dan Keluarga, yang didirikan pada April lalu untuk menangani masalah terkait anak, berencana akan merevisi panduan tersebut. Walhasil, masyarakat yang merasa memerlukan bisa menggunakan layanan tersebut dengan bebas.
"Kami akan memperluas target yang akan disubsidi untuk mengatur fasilitas perawatan dan mendesak pemerintah prefektur untuk membantu kota kecil menemukan kontraktor," kata seorang pejabat lembaga dikutip dari Japan Today, Senin (19/6/2023).
(vyp/vyp)











































