Viral Bocah Main Roleplay di Tiktok, Bisa Sefatal Ini Efeknya Kata Psikiater

Terpopuler Sepekan

Viral Bocah Main Roleplay di Tiktok, Bisa Sefatal Ini Efeknya Kata Psikiater

Dinda Zahra Ghaisani Usdi - detikHealth
Sabtu, 24 Jun 2023 12:00 WIB
Viral Bocah Main Roleplay di Tiktok, Bisa Sefatal Ini Efeknya Kata Psikiater
Viral video bocah dimarahi sang ayah gegara ketahuan bermain roleplay di media sosial. Foto: Tangkapan layar viral/TikTok
Jakarta -

Viral video bocah dimarahi sang ayah gegara ketahuan bermain roleplay di Tiktok. Netizen menyoroti, tak seharusnya anak tersebut dimarahi dan dibentak-bentak gegara ketahuan bermain roleplay, apalagi sampai wajahnya disebarluaskan ke dunia maya.

Namun di samping itu, banyak juga warganet yang menyoroti faktor pemicu anak gemar bermain roleplay di media sosial. Terlebih mengingat, permainan yang 'berbau dewasa' ini bisa menjadi wadah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual pada anak.

Usut punya usut, anak dalam video tersebut bermain roleplay dengan orang-orang yang tidak dikenal dan berusia jauh dengannya. Bahkan, roleplay yang dimainkan sudah berbau konten dewasa, sampai-sampai bocah tersebut diceritakan sudah memiliki anak yang perannya dimainkan oleh user TikTok lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa Itu Roleplay?

Roleplay merupakan singkatan dari roleplayer. Dikutip dari TechTarget, roleplay adalah permainan yang memungkinkan penggunanya berperan sebagai karakter fantasi dan fiksi ilmiah, menyerupai identitas atau idola yang diperankan.

Berdasarkan pantauan detikcom di media sosial TikTok, roleplayer berperan seolah-olah dirinya adalah karakter di acara TV, film, buku, selebriti. Mereka berakting dengan menyesuaikan gaya bicara, sampai aktivitas sehari-hari.

ADVERTISEMENT

Pengguna roleplayer di TikTok diawali dengan berinteraksi melalui saling follow akun satu sama lain, dilanjutkan dengan berhubungan secara fiksi berbagi roleplay lewat konten video berlatar belakang dialog, penampilan sesuai karakter, dilengkapi fitur-fitur TikTok musik, efek, dan lainnya.

Beberapa genre yang saat ini paling populer adalah genre Korea dan Western. Kedua genre RP ini kemudian dibagi lagi menjadi kelompok karakter seperti penyanyi, aktor, boyband, hingga girlband.

Sayangnya, ada beberapa adegan berhubungan dewasa yang memang terekspos dalam pencarian roleplay TikTok.

Bahaya Mainan Roleplay pada Anak

Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKj mengungkapkan roleplay seperti yang dilakukan anak tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Bahkan pada kondisi tertentu, permainan ini dapat memicu gangguan kejiwaan.

"Pembentukan jati dirinya itu menjadi rusak karena yang tadinya harusnya sesuai dengan norma nilai tapi menjadi kacau, dan menimbulkan kebingungan terhadap masalah psikologisnya," ucapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/6/2023).

"Dari aspek attachment, anak itu sangat bergantung pada figur bermakna di masa sebelumnya. Tentunya tidak baik bagi anak kalau attachment-nya dengan hal-hal imajinatif. Ini akan sangat berisiko untuk terjadinya suatu gangguan kejiwaan di kemudian hari," terangnya.

Pasalnya, ketika anak tersebut melakukan roleplay di dunia maya, ia merasa senang dengan peran palsu yang dimainkannya. Karena situasi tersebut, muncul hormon dopamine yang membuatnya merasa nyaman. Salah satu risiko dari kebiasaan tersebut tak lain kecanduan atau kecenderungan untuk bermain lagi dan lagi.

"Dia akan merasa tenang dan nyaman sesaat, tapi ketika sudah menurun dia tidak punya cara lain lagi untuk mendapatkan ketenangan itu selain melakukan hal yang sama, sehingga terjadilah pola perilaku yang berulang-ulang," jelas dr Lahargo.

Alih-alih bermain roleplay di dunia maya, dr Lahargo menyarankan agar permainan peran tersebut diterapkan di dunia nyata agar bisa memberikan efek positif ke perkembangan emosional dan mental anak.

"Roleplay yang paling baik sebenarnya kan di dunia nyata. Anak punya life skill, keterampilan hidup. Keterampilan hidup itu seperti bagaimana cara berinteraksi berkomunikasi dengan orang lain, bagaimana melakukan resolusi konflik, menghadapi tekanan dari teman sebaya, bagaimana berinteraksi, berbicara dengan orang lain. Itu kan yang paling baik dilakukan di dunia nyata," paparnya.

"Lebih banyak manfaat yang akan didapat ketika roleplay itu dilakukan di dunia nyata," tegasnya lagi.

NEXT: Saran Psikiater untuk Orang Tua

Orang Tua Harus Bagaimana?

Alih-alih membenarkan tindakan orang tua memarahi dan membentak anak, dr Lahargo justru meluruskan, pendampingan orang tua amat diperlukan untuk anak-anak yang bermain roleplay di dunia maya. Dengan begitu, anak tidak mencari kenyamanan dengan cara yang tidak pantas, seperti berinteraksi dengan orang asing di dunia maya.

Terlebih mengingat, permainan tersebut bisa menjadi wadah terjadinya kekerasan verbal dan pelecehan seksual. Dampak lanjutnya, anak bisa mengalami trauma dan gangguan kepribadian.

"Sebagai orang tua kita perlu memahami kebutuhan si anak, bukan hanya kebutuhan fisiknya tapi juga mental emosionalnya. Bagaimana bonding, kelekatan, kedekatan dengan orang tua, mendapatkan penghargaan, mendapatkan parenting style yang baik dengan orang tuanya," pungkas dr Lahargo.

Senada dengan itu, Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan/Satuan Tugas Pengungsi Luar Negeri Indonesia Retno Listyarti menyoroti peran orangtua dalam pengawasan media sosial anak.

Di tengah era digital, permainan semacam itu memang sulit dihindari anak, terutama rasa ketertarikan meniru yang tinggi di kalangan usia tujuh tahun ke atas.

"Namanya anak, anak dalam tumbuh kembang, di mana mereka tuh bukan usia dewasa dalam bentuknya mini, jadi anak ini nggak ngerti risiko, mudah terpengaruh, peniru ulung dan lain-lain," jelas pemerhati anak tersebut, saat dihubungi detikcom Rabu (21/6).

Alih-alih sekadar memarahi dan langusng melarang, orang tua diimbau untuk sering berdialog dengan anak terkait apa itu roleplay seperti batasannya, hingga apa yang bisa dimainkan.

"Orangtua nya bilang kamu jangan ini, jangan itu, tapi kan selama ini seringnya nggak pernah diedukasi jangannya seperti apa, alasannya seperti apa," sambung dia.

"Akhirnya kan dia juga nggak paham, sehingga bisa jadi terus memainkan di luar pengawasan orangtua," pungkasnya.

Halaman 3 dari 2
(vyp/vyp)

Berita Terkait