Tiktoker Popo Barbie kini ditangkap polisi. Pasalnya, pria dengan nama asli Emboy Yasandra (27) ini mengunggah video dirinya masturbasi menggunakan boneka manekin, hingga kemudian viral di media sosial beberapa hari terakhir.
Popo sempat mengunggah video klarifikasi melalui akun Tiktok-nya. Saat itu ia mengaku, video tersebut diunggah ke fitur Story WhatsApp oleh pihak tidak bertanggung jawab. Pasalnya menurut Popo, handphone yang menyimpan nomor dengan akun WhatsApp tersebut sudah hilang dua bulan.
Namun mengacu pada penyelidikan polisi di tempat tinggal Popo, handphone tersebut masih ada pada Popo beserta video yang viral. Barang tersebut kemudian dijadikan bukti hingga kini Popo menjadi tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut pihak kepolisian menyebut, video tersebut secara sengaja diunggah oleh Popo. Tak lain, demi mendongkrak jumlah followers dan meraup keuntungan lebih banyak, yang nantinya Popo gunakan untuk membayar cicilan mobil.
Sejumlah netizen mengaitkan perilaku tersebut dengan ekshibisionis, atau kecenderungan memamerkan alat kelamin dan aktivitas seks ke orang lain atau orang banyak. Namun Psikolog klinis dan founder dari pusat konsultasi Anastasia and Associate, Anastasia Sari Dewi, meluruskan bahwa faktor motivasi perlu dipertimbangkan untuk melihat apakah seseorang mengindikasikan perilaku ekshibisionis atau tidak.
"Kalau ekshibisionis itu sebenarnya memamerkan alat kelamin kepada orang asing atau kepada orang banyak di tempat umum. Media sosial sebenarnya bisa saja menjadi wadah untuk dia orang ekshibisionis memamerkan alat kelaminnya. Tapi kembali lagi, motivasi itu menjadi penting," terang Sari saat dihubungi detikcom, Senin (3/7/2023).
"Kalau ekshibisionis mereka akan menampilkan atau memamerkan alat kelaminnya dengan tujuan untuk mendapatkan reaksi kaget, takut, atau terpesona dari orang lain yang menyaksikan. Sehingga dia ada kegairahan yang meningkat. Kalau tujuannya untuk uang ya, bukan ya," sambungnya.
Menurut Sari, seorang ekshibisionis umumnya kesulitan mengendalikan dorongan seksualnya. Walhasil untuk mengetahui apakah perilaku seseorang di media sosial ini berkenaan dengan ekshibisionisme atau tidak, diperlukan penelusuran profesional terkait latar belakang, frekuensi berperilaku serupa, motivasi, kepuasan atau tujuan.
"Biasanya kebanyakan penderita ekshibisionis ini sulit mengendalikan dorongan tersebut. Jadi kalau misalkan dia lagi butuh uang saja, terus dia seperti itu, mungkin kita nggak bisa sebut dia ekshibisionisme karena ekshibisionis itu biasanya memang bisa mendadak," beber Sari.
"Butuh duit (atau) nggak butuh duit, dia itu butuh untuk mendapatkan respons itu. Jadi motivasi dan tujuan seseorang melakukan perilaku-perilaku seksual yang terkesan menyimpang itu juga perlu dipertimbangkan sebelum menegakkan suatu diagnosa," pungkasnya.











































