Antraks belakangan disorot lantaran menewaskan tiga orang di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kementerian Kesehatan RI menyebut kasus antraks sebetulnya hampir dilaporkan setiap tahun.
Begitu juga dengan wilayah Gunungkidul yang menjadi endemis, faktor risiko antraks tidak bisa dihindari, apalagi spora antraks bisa bertahan di segala suhu.
Di luar kasus tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyinggung fakta antraks yang berpotensi dijadikan sebagai bio weapon atau senjata biologis. Menurutnya, hal ini memungkinkan lantaran penyebaran antraks sangat cepat dan relatif mematikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, jika kasusnya terjadi pada penularan melalui pernapasan. Tingkat case fatality rate-nya berkisar di 80 persen.
"Antraks itu bisa menjadi biological weapons, masuk menjadi senjata biologis. Mungkin teman-teman pernah mendengar bahwa antraks ini bisa digunakan teroris untuk meneror suatu wilayah," jelas Imran dalam konferensi pers, Kamis (6/7/2023).
Hal seperti itu juga disebutnya perlu menjadi kewaspadaan masyarakat, khususnya di daerah yang sudah pernah melaporkan kasus antraks.
"Untuk yang tipe (antraks) pernapasan itu sangat mematikan," kata dia.
"Jadi memang ini menjadi yang kita perlu waspadai bersama terutama di daerah-daerah endemis," sambung dr Imran.
dr Imran tidak menyebut kemungkinan kasus di Gunungkidul merupakan bio weapons, ia hanya berpesan agar masyarakat selalu mewaspadai setiap risiko penularan dan gejala yang muncul jika telanjur mengonsumsi daging yang sakit.
Sebagai tambahan, berikut wilayah Gunungkidul yang kerap melaporkan kasus antraks:
- Mei 2019: Menyebar di Dukuh Grogol Desa Bejiharjo Kepanewon Kecamatan Karangmojo
- Desember 2019: Kepanewon Ponjong
- Januari 2020: Kepanewon Ponjong
- Januari 2022: Gedangsari
- Januari 2023: Semanu
(sao/naf)











































