Obesitas menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang sedang menjadi perhatian pemerintah. Angka obesitas di Indonesia pun termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia.
Menurut laporan dari Riskesdas 2018, 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas.
"Sebenarnya peningkatan orang-orang yang kelebihan berat badan itu nggak cuman di Indonesia. Di negara-negara maju juga sudah sangat banyak," kata dokter spesialis penyakit dalam RS Cipto Mangunkusumo dr Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD ketika ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita untuk di Indonesia terjadi perubahan sosial, ekonomi, perubahan pola makan, hingga aktivitas masyarakat. Kita lihat di Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) nasional yang terbaru 2018 itu kita lihat angka di Indonesia obesitasnya itu naik terus," tambahnya.
Adapun lebih lanjut, dr Dicky juga menyoroti berbagai jajanan kekinian yang banyak digandrungi oleh masyarakat. Banyak jajanan kekinian yang dijual mengandung karbohidrat dan gula tinggi sehingga makin memperbesar risiko obesitas.
"Nggak cuman jajanan kekinian aja, bahkan jajanan pasar yang kita beli itu aja bisa pengaruh banget lho," kata dr Dicky.
"Yang paling penting sekarang untuk masyarakat itu untuk meningkatkan awareness bahwa konsumsi gula karbohidrat dan gula yang berlebihan itu harus dibatasi," sambungnya.
dr Dicky menekankan bahwa gula boleh-boleh saja dikonsumsi. Namun, harus tetap memperhatikan jumlah asupan hariannya. Jika dikonsumsi berlebihan secara terus-menerus, maka risiko obesitas dan diabetes makin meningkat.
"Apakah boleh mengonsumsi gula? Tentu saja boleh banget. Cuman ada jumlah maksimalnya per hari kalau orang normal itu 50 gram per hari, kalau pasien diabetes 25 gram per hari," jelasnya.
"Penting untuk memberi awareness pada masyarakat, bisa juga dengan food labeling sehingga bisa mengetahui jumlah gula dan kalorinya jajanan yang dibeli. Jadi kalau minum teh viral atau minuman boba masyarakat tahu kalorinya dan bia membatasi sendiri," tambahnya.
Selain meningkatkan awareness terkait makanan manis, menurut dr Dicky rencana pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam cukai (MBDK) juga bisa menjadi salah satu cara menekan jumlah konsumsi gula masyarakat.
"Saya juga sudah dengar itu rencana untuk sugar tax yang sedang dibahas oleh pemerintah. Memang ada beberapa negara yang sudah menerapkan sugar tax tadi contohnya seperti Meksiko dan hasilnya cukup baik," kata dr Dicky.
"Minuman manis berpengaruh kadang kalorinya bisa 400-500 per gelas. Itu sudah kurang lebih seperempat dari kebutuhan kalori sehari, kalau anak-anak itu sepertiganya itu sudah tercukupi. Belum kalau misalnya minum lagi beberapa gelas, terus makan makanan yang lain. Jadi memang bisa over dan berbahaya," pungkasnya.
(avk/naf)











































