Perlu Jaminan Akses Vaksin COVID-19 bagi Kelompok Berisiko Tinggi di Masa Endemi

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Rabu, 26 Jul 2023 17:15 WIB
Vaksinasi COVID-19 lansia. (Foto: ANTARA FOTO/FAUZAN)
Jakarta -

Penetapan status endemi di Indonesia pada 21 Juni 2023, bukan berarti COVID-19 telah lenyap dan tidak ada yang tertular. Meski saat ini sudah memasuki endemi, kelompok berisiko tinggi tetap harus mendapatkan akses vaksinasi COVID-19. Diperlukan berbagai upaya dari banyak pihak agar mereka dapat mengakses vaksin COVID-19.

Data dari situs Vaksinasi COVID-19 Nasional menunjukkan jumlah cakupan vaksinasi masih jalan di tempat. Jumlah populasi lansia sebagai kelompok berisiko tinggi yang mendapatkan vaksin booster COVID-19 atau dosis ketiga baru mencakup 33,75 persen atau 7,2 juta dari total sasaran.

Mengenai jumlah vaksinasi COVID-19 tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., menjelaskan bahwa stok vaksin COVID-19 stoknya masih cukup tersedia untuk masyarakat. Terkait dengan rencana pemerintah mengenai vaksinasi berbayar, dr. Nadia memberikan konfirmasi bahwa hal tersebut masih ditinjau oleh Kemenkes. Oleh karena itu saat ini vaksin masih diberikan secara gratis.

"Meskipun status pandemi telah usai dan beralih ke endemi, pemerintah masih berkomitmen untuk memberikan vaksinasi COVID-19 secara gratis, khususnya bagi kelompok berisiko menjadi prioritas pemerintah. Kami menghimbau kepada masyarakat bahwa saat ini stok vaksinasi masih cukup tersedia untuk 5 juta dosis," jelas dr Nadia kepada detikcom, Senin (17/7/ 2023).

Terpisah, pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia memberikan respon terkait akses vaksinasi, bahwa pemerintah Indonesia masih harus terus menjamin layanan vaksin booster COVID-19 bagi kaum berisiko tinggi baik lansia maupun penyandang disabilitas. Kelompok tersebut harus menjadi prioritas untuk mendapatkan layanan kesehatan karena risiko angka kematian bagi kelompok tersebut sangat tinggi.

Menurutnya, pemerintah harus segera menetapkan pencegahan dan manajemen COVID-19 jangka panjang, termasuk skema pelayanan kesehatan yang siap untuk menghadapi ancaman kesehatan di masa depan. Seperti halnya vaksin COVID-19 yang memiliki keterbatasan dalam durasi masa efektifnya yang kurang lebih satu tahun. Dengan demikian diperlukan pemberian vaksinasi booster untuk mempertahankan proteksi dari keparahan dan fatalitas.

"Ketika berbicara cakupan vaksin yang masih rendah, hal tersebut harus ditinjau lebih dalam, terutama pada strategi komunikasi risiko yang diterapkan oleh pemerintah. Agar ke depannya strategi komunikasi risiko tersebut bisa menjadi pembelajaran untuk implementasi layanan kesehatan di masa depan," ujar Dicky Budiman, Pakar Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia.



Simak Video "Video Wamenkes: Kematian Akibat TBC di RI Lebih Banyak dari Covid-19"

(kna/kna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork