Potret di sebuah rumah sakit Bolivia menunjukkan antrean pasien konsultasi dengan ahli bedah. dr Silverio Condori (49) ada di tempat ini saat pandemi COVID-19 tiba di Bolivia. Dia jatuh sakit pada Juni 2020 dan menghabiskan dua bulan di salah satu dari sedikit unit perawatan intensif di negara itu.
"Saya seperti kembali dari dunia lain," katanya, dikutip dari The Guardian, Sabtu (29/7/2023).
"Ketika saya keluar dari rumah sakit, saya harus belajar berjalan, makan, bahkan berbicara," tambah Condori sambil menunjuk bekas luka trakeotomi horizontal yang rapi di pangkal tenggorokannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya masih mengalami kelumpuhan di sisi kanan saya. Saya seorang ahli bedah, tetapi saya tidak dapat mengoperasi. Beryukurnya saya masih diberi kesempatan hidup."
Condori adalah salah satu dari sekian banyak orang yang hidup dengan efek long COVID, di negara berpenghasilan rendah dan menengah seperti Bolivia.
Tetapi karena hampir semua penelitian tentang Long COVID berfokus pada negara-negara kaya, tidak ada kesadaran dan dukungan bagi mereka yang menderita karenanya.
WHO mendefinisikan long COVID sebagai kelanjutan gejala yang tidak dapat dijelaskan tiga bulan setelah infeksi awal. Gejala umum termasuk kelelahan, sesak napas, dan disfungsi kognitif, sejauh ini Bolivia melaporkan lebih dari 200 kasus.
"Tubuh saya terasa seperti berusia 80-an," jelas Njogu, penyintas COVID-19 lainnya. "Saya masih terlihat sehat, tetapi saya hampir tidak bisa berjalan sejauh satu meter," curhatnya.
Njogu mengatakan dia harus mengadvokasi dirinya sendiri dengan dokternya dan bersikap proaktif dalam perawatannya. "Banyak dokter [di sini] tidak tahu tentang long Covid," katanya.
Duncan Nyukuri, seorang dokter di rumah sakit nasional Kenyatta yang membantu mengembangkan pedoman Covid-19 Kenya, mengatakan bahwa meskipun ada beberapa penerimaan di antara persaudaraan medis tentang keberadaan long Covid, diperlukan kesadaran yang lebih besar.
NEXT: Keluhan Nyeri Punggung Parah
Tahun lalu, rumah sakit penelitian dan rujukan pengajaran Universitas Kenyatta meluncurkan penyelidikan terhadap Long Covid dengan organisasi kesehatan multilateral, sebuah langkah untuk mengatasi ketidakpastian yang menyelimuti kondisi tersebut.
"Sangat sedikit yang diketahui tentang beban masalah ini terutama di Afrika dan apa yang membuat sebagian orang lebih mungkin mengalaminya," kata rumah sakit penelitian, yang studinya sedang berlangsung.
Kembali ke Bolivia, di La Paz, Emilia Cardozo, seorang siswa berusia 18 tahun, menggambarkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi Covid-nya, termasuk sakit punggung sangat parah sehingga dia dirawat di rumah sakit, diikuti dengan ketulian sebagian dan kebutaan di mata kanannya.
Gejala-gejala ini mereda setelah beberapa bulan, tetapi yang lain tetap ada. "Rambut saya rontok; kuku saya berhenti tumbuh; kulit saya sangat teriritasi. Dan saya masih lelah: terlalu lelah. Ada hari-hari ketika saya tidur seharian tapi masih merasa lelah."
Simak Video "Video: Sembuh dari Covid Bukan Berarti Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)











































