Krisis angka kelahiran kini menerpa sejumlah negara, di antaranya yakni Jepang dan Korea Selatan. Satu tingkat di bawah kedua negara tersebut, terdapat Taiwan yang juga mencatat anjloknya angka kesuburan dengan angka 0,89 per wanita. Padahal untuk mempertahankan populasi, negara tersebut membutuhkan angka kesuburan mencapai 1,2.
Namun, ada sesuatu yang menarik di Taiwan. Berbarengan dengan anjloknya angka kelahiran, kini wanita lajang di sana justru beramai-ramai menginginkan prosedur pembekuan sel telur (egg freezing). Dengan harapan, suatu hari mereka bisa memiliki anak.
Sebuah studi di Rumah Sakit Universitas Nasional Taiwan mengungkapkan, jumlah wanita berusia 35 hingga 39 tahun yang melakukan pembekuan sel telur meningkat hingga 86 persen dalam tiga tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, pendiri bank telur pertama di Taiwan Stork Fertility Dr Lai Hsing-Hua menjelaskan pasien di kliniknya meningkat hingga 50 persen. Menurutnya, fenomena ini terjadi salah satunya karena dua pemerintah lokal sudah mulai mensubsidi pembekuan telur.
"Permintaan pasarnya ada dan saya pikir pemerintah harus mengatasi masalah penurunan angka kelahiran. Dalam 10 tahun, masalah penurunan angka kelahiran bisa diselesaikan dengan pembekuan sel telur," ungkapnya dikutip dari Reuters, Rabu (2/8/2023).
"Banyak perempuan tidak mampu memiliki anak karena tidak memiliki sel telur saat ingin hamil atau mereka tidak juga tidak ingin menggunakan sel telur donor," sambung Dr Hsing-Hua.
Curhat Wanita di Taiwan Jalani Egg Freezing
Salah satu wanita di Taiwan yang menjalani prosedur egg freezing adalah Vivian Tung (33). Sebagai salah satu dari sekian banyaknya wanita Taiwan yang masih hidup melajang ia menyadari, banyak wanita di Taiwan kini memilih untuk hidup independen, berfokus pada karir, dan tidak buru-buru mencari suami untuk bisa punya anak.
Sebelum menjalani operasi, Tung rutin mengunjungi rumah sakit setiap dua sampai tiga hari untuk tes darah. Ia menjalani pemeriksaan kadar hormon untuk melihat bagaimana sel telur berkembang, seringkali pada waktu yang tidak teratur seperti jam 9 malam karena jadwal kerjanya.
"Keluarga saya sangat mendukung dan menghormati pilihan saya. Ketika mereka mendengar bahwa saya membeli asuransi untuk diri saya sendiri, mereka juga merasa sangat senang," ungkap Tung dikutip dari Taipei Times, Kamis (3/8).
Meski tak mudah, langkah tersebut tetap ia jalankan. Ia percaya, usahanya tersebut sepadan dengan hasil yang nanti ia dapatkan.
"Dalam beberapa tahun undang-undang Taiwan dapat diliberalisasi karena tren atau kesadaran masyarakat yang meningkat tentang masalah ini dapat membantu pemerintah melakukan perubahan," pungkas Tung.
Di Taiwan, wanita lajang diperbolehkan melakukan egg freezing. Namun, sel telur tersebut hanya boleh digunakan jika wanita sudah menikah dengan pasangan lawan jenis (heteroseksual). Sementara untuk wanita yang belum menikah atau memiliki pasangan sesama jenis, telurnya tidak boleh digunakan.
Sebagai catatan, pada 2019, Taiwan menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Mereka juga memberikan hak kepada pasangan sesama jenis untuk mengadopsi anak.
Simak Video "Video: Basreng Indonesia Ditahan Taiwan gegara Pengawet Melebihi Batas Aman"
[Gambas:Video 20detik]
(vyp/vyp)











































