Baru-baru ini Nikita Willy terlihat mengajak anaknya, Issa Xander Djokosoetono, melakukan salt therapy atau terapi garam. Pada laman Instagram Storiesnya, Nikita menyebutkan terapi tersebut dapat membantu menyerap racun, alergen, hingga partikel udara yang tidak baik dari saluran pernapasan. Dengan begitu seluruh racun dan alergen pun akan hilang dari tubuh
"Issa sedang tidak batuk atau pilek, tapi karena udara Jakarta sedang tidak bagus jadi aku seminggu sekali melakukan salt therapy. Karena saat anak menghirup garam, hal itu akan membantu menyerap racun, alergen, dan partikel udara yang tidak baik lainnya dari saluran pernapasannya sehingga menghilangkannya dari tubuh," jelas Nikita dikutip dari akun HaiBunda.
Berikut pendapat dokter terhadap terapi ini yang dikatakan dapat mengatasi dampak polusi udara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Spesialis anak dr Dian Sulistya Ekaputri, SpA menjelaskan, terapi garam yang dikenal sebagai haloterapi merupakan bentuk alternatif pengobatan yang melibatkan paparan individu terhadap partikel-partikel garam halus di udara. Hal ini umumnya dilakukan di lingkungan yang disebut ruangan garam atau gua garam.
Ruangan atau gua garam tersebut diisi dengan partikel-partikel garam, setelahnya mereka yang melakukan terapi dapat menghirup partikel tersebut.
Selain itu dr Dian menjelaskan, terapi garam memiliki berbagai macam manfaat untuk anak seperti meningkatkan fungsi paru-paru serta membantu kondisi pernapasan.
"Manfaat potensial terapi garam meliputi meningkatkan fungsi paru-paru, mengurangi peradangan, dan membantu kondisi pernapasan. Namun, bukti ilmiah tentang efektivitasnya terbatas dan diperlukan penelitian lebih lanjut," jelas dr Dian.
Meskipun terapi tersebut kerap dikaitkan dengan efek anti-inflamasi. Ia menjelaskan bahwa belum pasti apakah terapi ini dapat menyerap alergen serta racun karena tidak ada bukti ilmiah yang mendukungnya.
Dokter yang praktik di RS Kenak Medika Gianyar Bali ini menjelaskan manfaat terapi garam lebih banyak dikaitkan dengan efek anti-inflamasi dan mukolitik yang potensial. Frekuensi sesi terapi ini bervariasi, namun umumnya dilakukan beberapa kali seminggu selama jangka waktu tertentu.
Kemudian di usia berapa anak-anak dapat diperbolehkan mengikuti terapi ini?
KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA.
(naf/naf)











































