Istilah love scamming belakangan ramai jadi bahasan di media sosial pasca muncul kasus penangkapan 88 warga negara asing China di Batam. WNA China tersebut menjadi pelaku love scamming dengan modus video call sex (VCS).
Konten dari VCS kemudian dimanfaatkan pelaku sebagai pemerasan uang korban. Direktur Eksekutif ICT Watch Indriyatni Banyumurti mengimbau setiap publik meningkatkan kewaspadaan penipuan berkedok asmara, khususnya di media sosial dan aplikasi kencan online.
Salah satu yang paling krusial jika menghadapi kasus tersebut adalah 'background checking'. Pelaku love scamming kerap menggunakan identitas palsu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal mudah yang bisa ditelusuri salah satunya followers dan following dalam media sosial seseorang. Jika yang bersangkutan misalnya mengaku berprofesi sebagai pilot, banyak bukti akun tersebut mengikuti konten terkait penerbangan dan rekan sesama pilot.
Sebaliknya, jika tidak ditemui hal yang berkaitan atau malah bertolak belakang dengan profesi yang diakui, Banyumurti mengingatkan ada kemungkinan besar indikasi penipuan.
Fitur Reverse Image
Pria yang akrab disapa Banyu juga menyarankan untuk melakukan reverse image, bisa melalui berbagai platform engine termasuk Google.
"Reverse image itu adalah ambil foto profil pelaku, kemudian kita masukkan ke Google image, maka Google Image akan mencari foto yang similar atau sama," kata dia dalam diskusi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat (8/9/2023).
"Sebenarnya ada beberapa index engine yg bisa kita pakai untuk reverse image, nanti akan ditampilkan beberapa foto yang sesuai mirip dengan yang kita upload. Di situ ketahuan akun aslinya," bebernya.
NEXT: Bagaimana soal Modus Video Call Sex?
Modus lain yang juga tidak kalah marak adalah kemungkinan pelaku mengajak bertukar password saat hubungan sudah semakin intens. Ini juga bisa menjadi bahan ancaman yang menyerang korban agar mau tak mau menuruti permintaan pelaku.
Banyu menekankan perempuan tidak asal mengangkat dan melakukan aktivitas video call dengan orang baru dikenal. Di tengah canggihnya teknologi seperti artificial intelligence, seseorang bisa saja menggunakan AI saat sedang melakukan video call berpura-pura menjadi seseorang.
"Intinya kita juga harus meningkatkan insting, saat selalu ada sesuatu yang terbilang too good to be true," pungkasnya.











































