Penyakit jantung kerap kali dipandang sebagai momok mengerikan. Sebab di samping tingginya fatalitas dan risiko kematian, penyakit ini datang mendadak tanpa memicu gejala dan tanda-tanda lebih dulu.
Kondisi fibrilasi atrial (FA), misalnya, yang dipahami sebagai gangguan listrik pada jantung. Sebagaimana dijelaskan oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah sekaligus Guru Besar Aritmia Fakultas Kedokteran Universitas Pancasila, dr Yoga Yuniadi, orang dengan FA berisiko lebih besar mengalami stroke. Sementara, kondisi FA ini tak memunculkan gejala yang terlihat gamblang selain jantung berdebar sehingga seringkali tak bisa dideteksi oleh pengidapnya.
"Sebagian besar masalah kesehatan adalah penyakit jantung koroner disebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh koroner," terangnya dalam konferensi pers Hari Jantung Sedunia 2023, Selasa (26/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menjadi masalah terutama karena kita melihat orang yang menderita fibrilasi atrial menyebabkan stroke 5 kali lipat dibandingkan yang tidak mengalami fibriasi atrial. Itu jauh lebih tinggi dibandingkan hipertensi, jantung koroner, dan gagal jantung," imbuhnya.
Demi meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya pencegahan penyakit jantung, Yayasan Jantung Indonesia dan Persatuan Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Indoensia (PERKI) menggelar acara 'Indonesia Heart Walk 2023' bertepatan dengan Hari Jantung Sedunia 2023.
"Suatu kesempatan untuk meningkatkan awareness terhadap pentingnya meningkatkan kesehatan jantung. Karena sepertinkita tahu penyakit jantung adalah penyebab kematian tertinggi di dunia," ungkap Ketua Pelaksana Kegiatan Hari Jantung Sedunia 2023, dr Bambang Dwiputra, SpJP(K) dalam konferensi pers, Selasa (26/9).
"Ada beberapa rangkaian yang sudah kita lakukan. Pre event edukasi awam melalui webinar platform online, kemudian puncak 28 September kita mengadakan Indonesia Heart Walk. Salah satu campaign kita menyuarakan salah satu pentingnya berjalan kaki untuk hidup sehat," imbuhnya.
Lebih lanjut dr Bambang menjelaskan, dalam acara tersebut juga, pihaknya bakal mengadakan pengecekan bersama-sama untuk melihat ada atau tidaknya tanda gangguan irama jantung. Tak lain, dengan melakukan metode meraba nadi sendiri
"Pencatatan rekor muri 'Menari' adalah kependekan dari 'Meraba Nadi Sendiri'. Tahun ini kita menggunakan tema itu untuk mengingatkan pentingnya mendeteksi dini gangguan irama jantung," jelasnya. "Dengan kelihatan simpel, ternyata kita bisa mendeteksi gangguan irama jantung," pungkas dr Bambang.
dr Yoga menjelaskan, 'Menari' ini dilakukan dengan cara meletakkan 3 hari di pergelangan tangan, kemudian hitung berapa ketukan denyut nadi yang terasa dalam durasi 30 detik. Kemudian hitungan ketukan tersebut dikali dua. Angka tersebutlah yang menjadi hitungan heart rate.
(vyp/kna)











































