Awal Mula Wanita DKI Idap Kanker Rahim Stadium 4, Sempat Dikira Nyeri Haid Biasa

Awal Mula Wanita DKI Idap Kanker Rahim Stadium 4, Sempat Dikira Nyeri Haid Biasa

Syifaa F Izzati - detikHealth
Jumat, 20 Okt 2023 16:23 WIB
Awal Mula Wanita DKI Idap Kanker Rahim Stadium 4, Sempat Dikira Nyeri Haid Biasa
Wanita di Jakarta mengidap kanker rahim (Foto: Foto: TikTok/@titaniaheap)
Jakarta -

Seorang wanita di Jakarta, Titaniaheap, membagikan kisahnya sebagai pengidap kanker endometrium stadium 4. Melalui akun TikTok pribadinya @titaniaheap, Titania menjelaskan bahwa pada mulanya, ia mengira gejala yang dialami adalah keluhan menstruasi biasa.

Traveler yang berusia 24 tahun ini mengaku sejak dulu siklus menstruasinya tidak teratur. Terlebih, selang waktu antar periode menstruasi yang ia alami bisa sangat panjang, yakni 5 bulan sekali bahkan 1 tahun sekali.

"Kayak bisa 5 bulan sekali, 6 bulan sekali, pernah juga 1 tahun sekali, tapi sekalinya datang bulan itu kayak banyak banget dan cuman sebentar, paling seminggu udah selesai. Dan datang bulannya lagi bisa 5 atau 6 bulan lagi, nggak lancar dari dulu," ujar Titaniaheap kepada detikcom, Rabu (18/10/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2020, Titania mulai mengalami gejala menstruasi yang belum pernah ia alami sebelumnya. Dirinya mulai merasa sakit perut ketika haid yang dikira merupakan gejala sakit perut biasa. Ia juga mendapati darah menstruasinya berupa gumpalan dengan volume yang banyak.

"Nah, di 2020 pertama kali ngerasain sakit perut karena datang bulan. Terus keluar kayak gumpalan-gumpalan darah. Kayak rata-rata orang sakit perut. Semenjak itu datang bulannya jadi rutin, tapi sakit perut di hari pertama dan volumenya banyak banget," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Titania sering pingsan akibat darah menstruasi yang sangat deras. Ia berkata bahwa dirinya pun sering diimbau untuk menemui dokter. Namun, karena merasa takut, ia menghiraukan imbauan tersebut.

"Karena volumenya banyak dan aku jadi sering pingsan karena kehabisan darah, sebenarnya udah disuruh cek, cuman nggak berani cek waktu itu," imbuhnya.

Keluhan yang dirinya alami semakin parah. Yang awalnya hanya dialami di hari pertama menstruasi, seiring berjalannya waktu, sakit perut yang ia rasakan merembet ke hari-hari setelahnya. Begitu pula dengan banyaknya darah haid yang ia keluarkan.

"Masuk 2021 makin banyak volumenya, dua kali lipat. Masuk ke 2022 itu sakit perutnya udah nambah, nggak hari pertama doang, jadi kayak naik lama sakit perutnya. Dan kalau sakit perut itu sampai nggak bisa bangun. Jadi, nggak bisa beraktivitas gitu sakit banget," imbuhnya.

Karena sakit perut luar biasa yang ia alami, Titania mulai mengonsumsi pain killer atau obat pereda nyeri pada tahun 2022. Namun, ketika sedang traveling pada bulan Oktober di tahun yang sama, dirinya mengalami perdarahan luar biasa seperti orang keguguran dan diiringi sakit perut yang tidak bisa diredakan oleh pain killer yang biasanya ia konsumsi.

"Di 2022 itu aku baru ketemu yang namanya pain killer, lumayan membantu. Jadi setiap sakit tuh minum pain killer. Masuk di 2022 aku lagi traveling, tiba-tiba kayak orang keguguran kalau lagi datang bulan, banyak banget terus sakit perut, dikira paling cuman 1-2 hari, ternyata nggak. Sakit perutnya itu sampai 9 hari. Samai aku selesai traveling, Oktober 2022," katanya.

Setelah perjalanan tersebut, dirinya juga sempat berhenti datang bulan untuk beberapa waktu. Namun, Titania mengalami flek setiap hari yang membuatnya harus selalu menggunakan pembalut.

"Dari Oktober 2022 itu aku nggak datang bulan lagi, tapi flek terus setiap hari. Jadi, misal aku lagi beraktivitas, tapi malemnya aku tiba-tiba kayak orang datang bulan keluar darah, malam doang, besok paginya udah nggak lagi. Jadi random, tapi setiap harinya harus pakai pembalut terus untuk antisipasi," imbuh Titania.

Pada Mei 2023, saat sedang traveling ke Labuan Bajo, Titania mengalami perdarahan hebat dan sakit perut yang tak tertahankan. Kondisi ini membuatnya sampai pingsan, dan dia dilarikan ke UGD dan dirujuk ke dokter obgyn. Dokter berkata bahwa terdapat penebalan pada dinding rahimnya.

"Di sana dibawa ke OBGYN, terus di USG perut. Dibilang ini ada penebalan dinding rahim, jadi rahimnya membesar kata dokternya. Harus dibiopsi katadia karena takutnya ini sesuatu yang ganas," ungkapnya.

Titania diberi obat untuk menghentikan perdarahan, tetapi kondisinya tidak kunjung membaik. Alhasil, dirinya kembali mengunjungi dokter obgyn yang berbeda. Sama-sama mengkhawatirkan potensi penyakit ganas seperti dokter sebelumnya, Titania disarankan melakukan biopsi untuk memastikan diagnosis lebih lanjut.

"Tanggal 24 Juni itu aku ke OBGYN di Labuan Bajo, karena alatnya kurang jelas, dokter nyuruh ke Bali atau ke Jakarta. Menurut dia juga ini takutnya sesuatu yang ganas. Jadi udah ada dua dokter yang bilang ini takutnya keganasan terus disuruh biopsi," ungkapnya.

Ketika kembali ke Jakarta, wanita 24 tahun ini kembali memeriksakan diri ke dokter obgyn. Dia melakukan serangkaian pemeriksaan dan dirujuk ke dokter onkologi. Karena Hb darahnya sangat rendah, ia harus dirawat inap, transfusi darah, dan melakukan biopsi pada tanggal 2 Juli.

Hasil biopsi seharusnya keluar pada tanggal 8 Juli, tetapi pihak rumah sakit lalai dalam memberikan kabar. Dirinya baru menerima hasil biopsi pada tanggal 14 Juli dan disaat itu juga ia divonis mengidap kanker endometrium, yang merupakan tumor ganas.

"Tanggal 2 Juli biopsi, hasilnya itu harusnya keluar tangggal 8, cuman rumah sakitnya lalai jadi aku nggak dikabarin udah keluar dan hasinya cancer. Akhirnya aku telpon ke rumah sakit, baru tau. Tanggal 14 Juli aku baru terima hasil, divonis tumor ganas," katanya.

Awalnya, Titania diiagnosis stadium 1B. Dirinya pun melakukan operasi pengangkatan rahim dan indung telur. Meski telah melakukan operasi pengangkatan rahim dan indung telur, hal yang mengejutkan adalah, hanya selang satu bulan, kanker yang ia idap memasuki stadium akhir dan menyebar ke lebih banyak bagian tubuhnya.

NEXT: Mencari Pengobatan Lain

Hal ini ia anggap terjadi akibat dari kelalaian penanganan. Ia pun pindah ke rumah sakit lain untuk menjalani pengobatannya.

"Stadium 1B itu diinfoinnya sekitar 26 Juli. Tapi di 30 Agustus aku masuk UGD RS lain, pas PET Scan, tanggal 8 September, itu hasilnya stadium 4. Jadi udah nyebar. Jadi, ya sebulanan," terangnya.

"Kan memang cancer itu bermutasinya 24 jam, cepet banget. Apalagi abis operasi. Cuman emang nih di RS sebelumnya lalai. Dokternya itu bilang aman nggak perlu kemo terapi segala macam. Padahal profesor obgyn yang sebelumnya itu udah notice kalau metastase ke paru-paru dan area liver," sambungnya lagi.

Kini, Titania berada pada stadium akhir kanker endometrium yang mana telah menyebar ke banyak organ lain.

"Jadi nyebarnya itu ke paru, liver, limpa, usus, kelenjar getah bening, pinggul, dinding perut. Udah stadium 4 sih jadi udah banyak banget. Di tingkat penyebarannya sih, jadi kalau udah banyak gitu ya udah stadium 4," ungkapnya.

Dirinya telah menjalani dua kali kemoterapi. Meskipun demikian, ia berkata bahwa kondisi tubuhnya tetap fit di samping efek kemo yang harus dialaminya. Melalui kisah ini, Titania mengingatkan pentingnya untuk mendengarkan tubuh dan segera memeriksakan diri ke dokter, karena gejala yang seringnya dianggap 'biasa' bisa jadi taruhannya adalah nyawa.

"Sempat ngira sakit haid biasa, karena kalau ngeliat teman kan biasanya sakit perut. Kalau ngerasa ada yang aneh sama badan, better periksa secepatnya. Kalau dulu aku tau bakal kayak gini aku udah dari dulu periksa deh kayaknya," pungkas Titania.

Halaman 2 dari 2
(naf/naf)

Berita Terkait