Sejak tahun lalu, Risa (39) sudah dibuat was-was karena putrinya bakal divaksinasi HPV. Memang anaknya belum menjadi target sasaran, namun tahun depan, putrinya naik kelas 5 SD yang membuat dia ikut program vaksin Human Papilloma Virus (HPV).
"Ibu-ibu di grup banyak yang protes, nggak mau anaknya divaksin," terangnya saat dijumpai detikcom.
Risa yang anaknya bersekolah di salah satu SD di Tebet, Jakarta Selatan, akhirnya mencari lebih banyak tentang vaksin HPV. Tak sendiri, dia bersama ibu lainnya juga memperluas informasi mereka mengenai tujuan program imunisasi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya aku tanya ke dokter anak soal vaksin HPV, tanya ibu-ibu lain juga. Banyak kok yang anaknya mau divaksin, jadi agak tenang," terangnya.
Kementerian Kesehatan RI telah menjalankan vaksinasi HPV sejak tahun 2016 yang kemudian diperluas menjadi program nasional di 2023. Hal ini dilakukan untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks di Indonesia.
Kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker penyebab kematian tertinggi nomor dua dan salah satu beban pembiayaan kesehatan terbesar di Indonesia. Tahun 2021 (data Globocan), terdapat 36.633 kasus kanker serviks di Indonesia dengan angka kematian yang terus meningkat.
Imunisasi HPV ini diberikan segera kepada anak-anak perempuan usia kelas 5 SD/MI/sederajat atau anak usia 11 tahun (bagi anak usia sekolah yang tidak bersekolah) untuk dosis pertama dan selanjutnya dosis kedua 6 sampai 12 bulan kemudian.
Meski tujuannya untuk melindungi anak dari risiko kanker serviks, banyak orang tua yang tak mau anaknya divaksin salah satunya karena informasi di media sosial. Beredar kabar jika vaksin HPV bisa menyebabkan kemandulan sampai program genosida pemerintah.
"Ya tapi kan setiap ada program imunisasi, hoaks-hoaks selalu ada. Nggak cuma HPV ini sih, kemarin yang suntik tetanus dan lain-lain juga selalu ada hoaksnya," beber Ria (44).
Kemenkes juga secara aktif menangkal hoaks yang menyebut vaksin HPV memicu kemandulan. Juru bicara Kemenkes dr Syahril mengatakan imunisasi HPV sudah dipastikan keamanannya dan pada umumnya tidak menimbulkan reaksi yang serius sesudah pemberian imunisasi.
"Ada reaksi di lokasi suntikan dapat berupa kemerahan, pembengkakan dan nyeri ringan. Timbul satu hari setelah pemberian imunisasi dan dapat berlangsung satu sampai tiga hari. Reaksi umum seperti demam juga bisa muncul setelah pemberian imunisasi," ujar dr Syahril.
Kurangnya sosialisasi untuk orang tua
Baik Risa dan Ria sepaham bahwa vaksinasi HPV memang bertujuan untuk melindungi putri mereka dari bahaya kanker serviks. Hanya saja keduanya menyayangkan pihak sekolah dan Puskesmas tidak memberikan informasi yang lengkap kepada orang tua sebelum imunisasi dilakukan.
"Anak dikasih tahu ada vaksin pagi, siangnya langsung disuntik. Walau kita setuju-setuju saja, tapi kan ada baiknya kalau orang tua juga diberi informasi terkait vaksin HPV ini dari pihak sekolah," tutur Risa.
Persoalan yang kerap menghambat cakupan imunisasi adalah adanya penolakan karena hoaks yang beredar dan kurangnya sosialisasi. Pengetahuan orang tua terkait vaksinasi HPV rendah karena tidak mendapatkan informasi dari guru maupun tenaga kesehatan membuat penolakan tinggi sehingga cakupan imunisasi rendah.
Untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks diperlukan capaian imunisasi HPV minimal 90 persen. Untuk itu, dukungan dari seluruh pengambil kebijakan, lintas sektor terkait serta seluruh komponen masyarakat sangat penting agar program ini bisa berhasil.
Tentang Vaksin HPV
Vaksin HPV adalah vaksinasi yang berupaya mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus human papillomavirus. Virus ini dapat menyebabkan kutil kelamin, anus, kanker vagina, kanker vulva, kanker serviks, dan kanker vagina pada wanita.
Pemerintah memberikan vaksinasi HPV gratis ke dalam program imunisasi nasional sejak 2023 dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) setiap Agustus. Vaksin HPV diberikan untuk siswi yang duduk di bangku kelas 5 dan 6 SD.
Program imunisasi HPV tidak hanya terbatas pada anak-anak yang bersekolah di lembaga formal. Anak-anak di berbagai latar belakang pendidikan, termasuk yang tidak bersekolah atau putus sekolah, juga menjadi sasaran.
Konsultan Onkologi Ginekologi dan Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Prof Dr dr Andrijono, SpOG(K)-Onk mengatakan vaksin HPV bisa diberikan pada rentang usia 9-45 tahun.
"Vaksinasi HPV bisa diberikan usia 9-45 tahun, hanya bedanya 9-13 itu dua dosis. Tapi kalau 14-45 itu tiga dosis. Tidak ada penurunan (efektivitas vaksin HPV seiring usia)," bebernya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
(kna/kna)











































