Singapura Dinobatkan Jadi Negara 'Blue Zone 2.0', Menkesnya Bingung

Terpopuler Sepekan

Singapura Dinobatkan Jadi Negara 'Blue Zone 2.0', Menkesnya Bingung

Khadijah Nur Azizah - detikHealth
Minggu, 22 Okt 2023 11:00 WIB
Singapura Dinobatkan Jadi Negara Blue Zone 2.0, Menkesnya Bingung
Foto: Getty Images/Marcus Lindstrom
Jakarta -

Singapura masuk ke jajaran negara 'Blue Zone' 2.0. Namun status ini malah dianggap membingungkan oleh Menteri Kesehatan negara tersebut.

Blue Zone adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan wilayah yang penduduknya sehat dan berumur panjang. Warga yang hidup di area 'Blue Zone' dipercaya memiliki pola hidup sehat sehingga bisa hidup sampai umur seratus.

Namun status 'Blue Zone' di Singapura disebut tak pas dan masih anomali. Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan kebiasaan sehat masih belum melekat dalam budaya Singapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebiasaan sehat yang baik tidak melekat dalam budaya dan gaya hidup tradisional kita. Singapura tidak seperti Okinawa atau Sardinia," ujar Ong Ye Kung dikutip dari Channel News Asia.

"Singapura tidak seperti Okinawa atau Sardinia. Sebaliknya, kami makan makanan yang kaya gula, garam, dan santan, seringkali digoreng. Kita tidak diberkahi dengan hamparan alam luas yang mendorong aktivitas luar ruangan, juga laju kehidupan yang cepat dan penuh tekanan termasuk di pekerjaan," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Bulan lalu, survei nutrisi yang dilakukan oleh Health Promotion Board menemukan sembilan dari 10 penduduk Singapura mengonsumsi terlalu banyak garam. Survei kesehatan nasional lainnya menemukan prevalensi hipertensi, atau tekanan darah tinggi, meningkat hampir dua kali lipat di kalangan masyarakat Singapura sejak tahun 2010.

Alasan Singapura Masuk 'Blue Zone'

Dalam dokumenternya, Dan Buettner yang mempopulerkan istilah Blue Zone mengatakan bahwa angka harapan hidup di Singapura melonjak hingga 20 tahun, sementara lima Zona Biru lainnya berkembang secara perlahan selama berabad-abad. Ini adalah hasil yang membuat iri seluruh dunia, katanya.

Misalnya, dengan tingkat kepemilikan mobil sebesar 11 persen, berarti 89 persen masyarakat di Singapura harus berjalan kaki untuk pergi ke toko, bertemu teman, dan menjalankan keperluan sehari-hari.

"Saya rasa masyarakat Singapura tidak menyadari seberapa sering mereka bergerak secara alami. Orang-orang yang saya wawancarai menganggap remeh aktivitas fisik non-olahraga ini, padahal kenyataannya, dalam banyak kasus, aktivitas tersebut mencapai lebih dari 6.000 hingga 8.000 langkah per hari," tuturnya.

Dibandingkan dengan banyak negara lain, Singapura mempunyai kinerja yang baik dalam hal kesehatan. Studi Global Burden of Disease 2019 menempatkan Singapura pada peringkat pertama secara global dalam hal angka harapan hidup dan harapan hidup sehat, mengungguli Jepang.




(kna/kna)

Berita Terkait